Aleppo dan Wajah Kemanusiaan Kita


Suriah...tak henti-hentinya negeri ini mengirimkan kabar duka dan air mata kepada kita: manusia.

Kamis (28/4) kemarin, sebuah rumah sakit di Aleppo menjadi sasaran kebiadaban serangan udara rezim Bashar Assad yg menewaskan puluhan org, termasuk anak-anak yg tak berdaya.

Ini jelas merupakan pelanggaran Hukum Kemanusiaan Internasional (International Humanitarian Law), sebagaimana juga terdapat pada point keempat Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan bagi warga sipil saat terjadi perang.

Bahkan Majelis Umum PBB jelas-jelas menyatakan (resolusi tahun 1970) ;…” bahwa tempat tinggal, tempat perlindungan, wilayah RUMAH SAKIT serta instalasi lain yang digunakan penduduk sipil tidak boleh dijadikan sasaran operasi militer.”

Bashar Assad nampaknya tak peduli dgn semua konvensi, resolusi, atau apalah namanya. Ia yakin betul akan dukungan Rusia, China, dan Iran kepada dirinya. Ketiga negara ini memang memiliki kepentingan yg sama terhadap Suriah dan kawasan.
Rusia dgn kepentingan industri senjatanya; China dgn kepentingan ekonomi dan ideologi komunisnya; serta Iran dgn kepentingan penyebaran sekte syiahnya di Timur Tengah; akan senantiasa kokoh dibelakang Bashar Assad.

Wujud konkret dukungan ini pernah mereka lakukan saat Rusia dan China mem-veto Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2012 silam yg mengutuk dan memberi sanksi kpd Bashar Assad utk meletakkan jabatannya. Resolusi tsb akhirnya gagal meski 13 dari 15 negara anggota DK PBB telah menyetujuinya. Tentu saja sikap Rusia dan China ini disambut tepuk tangan Iran.

"Dengan memveto sanksi yang diusulkan, China dan Rusia telah bersikap adil," kata Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi.

Lalu bagaimana sikap kita: Indonesia?

Sejauh yg saya googling, blm ada satupun pernyataan Joko yg mengutuk kebiadaban rezim Bashar Assad ini. Persis sama dgn sikapnya saat As-Sisi membantai puluhan ribu rakyat Mesir. DIAM.

Genangan darah dan jeritan anak-anak tak berdosa blm mampu dilihat dan didengar oleh Joko hingga membuat lidahnya keluh. Tak bersuara.

Sial benar kita sbg bangsa muslim terbesar di dunia memiliki pemimpin spt ini. Indonesia benar-benar kehilangan wibawanya.

Kita merindukan sosok pemimpin Indonesia yg disegani dunia spt (alm) H.M Soeharto, terlepas dari kekurangan beliu. Presiden Soeharto langsung masuk ke Bosnia Herzegovina ketika ummat Islam di sana dibantai secara keji oleh tentara Serbia.

Beliau masuk ke Sarajevo hanya dgn jas dan peci, tanpa mengenakan rompi anti peluru dan helm, meski saat itu perang tengah berkecamuk dan beliau dalam intaian sniper2 serbia, sebagaimana diceritakan oleh Letjen (purn) Sjafrie Sjamsoeddin yg turut mengawal beliau.

Kunjungan yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kunjungan paling berani ke wilayah yang sedang berkecamuk perang dan begitu brutal di kawasan Balkan dan hanya pernah dilakukan oleh presiden Republik Indonesia.

Sebab dua hari sebelumnya pesawat PBB ditembak jatuh di wilayah udara Bosnia oleh tentara Serbia, yg menyebabkan komandan pasukan PBB di Bosnia kala itu menyodorkan "kontrak mati" sbg wujud berlepas tangan dan tidak berani bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi kepada Presiden Soeharto dan rombongan apabila tetap memaksakan diri untuk berkunjung ke Bosnia.

Inilah 'maqom' pemimpin Indonesia yg sesungguhnya.

Tapi kini sikap politik luar negeri Indonesia benar-benar dikangkangi oleh kepentingan Rusia dan China, dua negara utama penopang rezim Bashar Assad di Suriah.

Kepada Rusia, Indonesia sangat bergantung pada pengadaan alat utama sistem persenjataan; dan kepada China, Indonesia bergantung utang luar negeri yg terus membengkak.

Tersandera oleh dua kepentingan di ataslah yg akhirnya membuat Indonesia tidak berani bersikap, bahkan atas nama kemanusiaan sekalipun.

MENYEDIHKAN.....

(Erwin Al-Fatih)



Subscribe to receive free email updates: