Aleppo. Tak banyak yang mengenal nama ini. Sebab ia bukan ibukota negara. Pertama kali tahu ada kota di Suriya yang bernama Aleppo ketika aku membaca biografi Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni (Lahir di Aleppo, 1 Januari 1930).
Syaikh Ali Ash-Shobuni adalah satu di antara ulama yang karya-karyanya sangat kuakrabi. Shafwatut Tafasir, Rawai'ul Bayan, Min Kunuzis Sunnah dan lebih dari tiga puluh karya beliau dibaca dan dipelajari di berbagai madrasah, pesantren dan perguruan tinggi Islam di seluruh dunia.
Di Facebook aku berkenalan dan berteman dengan banyak orang dari berbagai negara Arab. Satu yang paling akrab adalah seorang perempuan berasal dari Aleppo, namanya Rina Nuruddin. Kami sering saling komentar di status masing-masing. Pun tak jarang kami saling inbox, baik teks maupun suara. Mulai dari sekedar bertukar kabar keluarga sampai sesekali diskusi politik, madzhab dan manhaj.
Sejak terjadi pembunuhan massal yang dilakukan rezim syiah Basysyar terhadap rakyat Suria, tak terkecuali juga di Aleppo, namun kota ini sekian lama relatif aman dibandingkan kota-kota lain di Suria, Rina tetap aktif di facebook. Pengakuanmu juga, kau bersama suami dan dua anakmu tetap beraktifitas seperti biasa. “Na'am huna harb, harb. Nahnu fi harb! Lakin mazilna nafzhab ilal 'amal wal aulad yadzhabuna ilal madrasah,” tulisnya pada suatu ketika.
“Perkara saat berangkat atau pulang kerja di jalan kami harus mati terkena tembakan atau bom, itu adalah resiko hidup di negara perang,” lanjutnya masih dengan bahasa Arab.
Rina masih menyertai setiap chatnya dengan berbagai emotion gembira khas facebook. Tak tersurat apapun kesedihan pada berbagai pengakuannya.
Beberapa hari terkahir ini, bertebaran foto, video dan berita yang menyampaikan bombardir di Aleppo. Tagar: #حلب_تحترق #خلب_تباد #Aleppo_perish #Aleppo_is_burning banyak kujumpai di Facebook, twitter dan grup-grup WhatsApp. Rumah dan berbagai bangunan lainnya luluh lantak, terbakar. Darah membanjiri jalanan. Perempuan, orang-orang tua dan anak-anak kecil meregang nyawa.
Menyaksikan semuanya, aku terpana, tertegun, tersentak pada entah. Tak tahu harus berkata apa. Tak tahu harus menulis apa. Sungguh kebiadaban Basysyar tak dilakulan oleh Israel sekalipun di Palestina. Entah iblis apa yang merasuki Basysyar, hingga ia bisa melakukan kekejian yang tak pernah terbetik dalam benak manusia manapun. Bahkan tak ada pada imaji penulis fiksi.
Aku mencari Rina di Facebook, berharap ada kabar darinya di status. Namun tak kujumpai. Aku tengok risalah chat kami, msih ada. Namun saat kubuka kronologinya, sudah tidak bisa dibuka. Rina benar-benar tak ada lagi di Facebook. Entah sejak kapan ia menutup akun facebook-nya.
Semoga Rina dan keluarganya selamat. Para korban, Allah berkenan menggolongkan mereka ke dalam barisan Syuhada. Yang masih hidup semoga tetap selamat. Aleppo merengkuh damainya kembali. Basysyar segera menemui kematian dengan cara Allah yang paling mengenaskan baginya!
(Abrar Rifai)