Jika masalah FH adalah masalah karakter, suruh kader-kader rohis kampus jangan main di politik kampus dan fokus di rohis dan ldk saja. Dalam politik kadang kita harus merekayasa karakter semata untuk tidak diinjak-injak harga diri kita oleh rival.
Masalah karakter kita lihat, 'kekasaran' FH hanya untuk rival politik ataukah terhadap kaderpun demikian?
Konteks amanah internal itu clear, yang nimbulkan polemik baik dari segi hukum dan politik adalah jabatan publiknya, hukum positif ga ada alasan tsiqoh jadi alasan hukum. Dalam UU, FH ga bisa dipaksa turun kecuali ada kode etik DPR yang dilanggar dan bukan kode etik partai.
Gak jadi masalah jika 'kubu asholah' ingin mengubah wajah jamaah dengan yang lebih hanif dengan menyisihkan 'orang-orang pro tamaddun', tapi jangan menimbulkan implikasi fatal baik dalam hukum maupun politik.
Hampir bisa dipastikan jika tidak ada yang mau mengalah kasus ini akan berlarut-larut sampe jelang masa bakti DPR sekarang habis, karena jika di pengadilan salah satu dimenangkan maka salah satunya akan menggugat dan mengajukan banding di tingkat selanjutnya sampe mungkin hingga Mahkamah Agung atau bahkan Mahkamah Konstitusi dan kader akan selalu dalam pro kontra dalam masalah ini, harusnya DPP berpikir akan hal ini.
Padahal biarkan saja FH... toh etikanya yang keras seperti itu hanya dia lakukan kepada rival politik saja. Kita semua yakin FH masih amat santun sikapnya pada sesama ikhwah.
(by Zulkifli Al-Munib)