Oleh: Ustadz Nandang Burhanudin
Mengambil peran atau lakon adalah pilihan. Berada di sebuah struktur atau organisasi, adalah tugas yang menuntut komitmen dan pengorbanan. Adapun memberi manfaat, merupakan panggilan pengorbanan yang tak akan terelakkan.
Di negeri Kanguru, saya tertegun dengan peran optimum seseorang yang tak paham detail soal validitas dalil. Hidupnya dihabiskan kerja, kerja, kerja. Sosok sederhana tersebut, benar-benar menginspirasi. Menjadi penggerak dakwah di negeri minoritas. Sempat membeli gereja dijadikan masjid. Aktif menggalang dana, mengoordinasikan SDM, menyediakan akomodasi pembicara, pun hingga bersih-bersih toilet dan membuang sampah dilakukan dengan penuh kesadaran.
Suatu malam usai tarawih ia bertutur. "Beginilah Kang Ustadz, pekerjaan saya. Marbot ... dari kotoran ke kotoran." Saya menimpali, "Justru akang tengah berproses menuju kebersihan diri dengan wasilah (cara) membersihkan kotoran di toilet dan tempat sampah. Hal yang belum tentu diraih seorang ustadz kabir sekalipun."
Pulang ke Tanah Air, saya selalu bergumam. Peran apa yang hendak dijadikan fokus perjuangan? Masuk di ranah Dewan, nampak sudah terlalu ringkih. Di tabligh, perang tarif sudah menjadi tren. Mungkin yang masih lengang adalah ranah tarbiyah (pendidikan) dengan segala mainstream tentunya.
Boleh jadi banyak orang mengira saya adalah petinggi atau pengurus ormas atau orpol tertentu. Saya tegaskan, saya bukan siapapun di manapun. Jikapun ada peran, sumbangsih saya tak ubahnya peran sandal jepit dengan segala filosofisnya. Sandal jepit yang tak mungkin dibawa ke gedung-gedung dewan atau kantor-kantor eksekutif. Ia hanya diperlukan, menambal rasa sakit dari kerikil tajam yang menghujam. Izinkan peran sandal jepit itu menjadi pilihan.[]