Perjalanan Hijrah Sabrina Piscalia


“Aku hanya ingin Ma’rifatullah, mendapatkan ridho dan kasih sayang Allah 'azza wajalla.”

Artis Sabrina Piscalia mengaku telah memantapkan hati saat memutuskan untuk menutup auratnya dengan berhijab.

Perempuan yang mengawali kariernya dari model, seni peran dan kini merambah dunia tarik suara itu mengatakan, ia memutuskan berhijab pasca pulang dari umroh.

"Setelah aku pulang umroh Januari 2015. Berhijab mungkin sudah jalannya dari Allah," kata Sabrina.

Dengan keputusanya berhijab, tak berarti perempuan yang berakting di sinetron 'Perempuan Pembawa Berkah', 'Putri Bidadari', dan 'Surat Kecil Untuk Tuhan' itu jadi sepi order. Sebaliknya, ia sempat menolak tawaran main di empat judul film televisi (FTV).

"Setelah aku kasih alasan produsernya bisa memahami keputusan aku," kata Sabrina yang pernah merilis single 'Galau Tak Berujung'.

Betapa Sabrina Piscalia merasa beruntung atas hidayah dari Rabbnya. Pasca memantapkan hati untuk berhijrah dan berhijab, ia menyadari kedekatan dengan Allah lebih dari segalanya.

Perjalanan Umroh pada Januari 2015 merupakan titik balik Sabrina Piscalia. Ustadz Nazwar, pembimbing umrohnya, beserta Umi Wardah dan Syaikh Rudi merupakan orang yang menemani ibadah selama di Tanah Suci.

Petunjuk Ilahi memang datang dari arah yang tak terduga. Pembimbing Umroh dan beberapa teman sesama jama’ah menjadi perantara yang mengantarkannya menapaki jalan hijrah.

Satu hari sebelum pulang ke tanah air, ia mendatangi Zam-zam Tower bersama yang lain sekadar untuk berbincang. Namun, bukan perbincangan biasa, sang pembimbing dan beberapa teman meminta Sabrina tak melepas jilbabnya lagi.

“Insya Allah,” tutur perempuan yang akrab dengan sapaan Teh Nina ini. Seperti tak ada kata yang mampu terucap lagi. Hatinya mulai terketuk oleh hidayah Allah untuk berhijab.

Ada hadis yang mengatakan, “Orang yang berteman dengan penjual minyak wangi maka ia akan terkena wanginya.” (HR. Bukhari). Mungkin hadis itu tepat untuk menjelaskan kondisi Sabrina saat itu. Ia amat bersyukur didekatkan dengan orang-orang shalih.

Sebelumnya, seringkali pintu hati diketuk oleh hidayah-Nya, namun Sabrina belum tergerak untuk membukanya. Salah satu hidayah itu ia dapatkan dari pengajian bersama Ustadz Maulana. Hatinya tenang dan nyaman ketika mengenakan jilbab.

Pertanyaan yang terlontar dari Ustadz Maulana tampak tak ditemukan jawabannya, klise. “Kapan kamu akan berhijab?” Ia berdalih, “Aku akan menjilbabi hati dahulu.”

Kini ia menyadari, bagaimana bisa para Muslimah berdalih untuk “menjilbabi hati”, sedangkan menutup aurat dengan jilbab merupakan perintah mutlak dari Allah Azza Wajalla. Sesungguhnya, hati adalah pusaka, namun aurat merupakan perhiasan utama yang wajib dilindungi.

Perjalanan Teh Nina di jalan hijrah tidak serta merta tanpa rintangan. Banyak kerikil dan debu. Ada saja perkataan miring dari orang lain. Jika saja bukan karena Sang Maha Penyayang, ia takkan mampu se-istiqomah ini.

Baginya, hijrah tidak hanya proses, tetapi juga progres. Manusia merugi apabila tidak menggunakan waktu untuk melakukan hal-hal bermanfaat. Hijrah itu bukan hanya fisiknya saja, melainkan hati, pikiran, dan tindakannya juga.

Hari-hari pada fase baru dalam kehidupannya ia habiskan untuk terus memperbaiki diri dan membagi kisah perjalanannya kepada orang lain yang belum seberuntung dirinya.

Kegiatan pengajian dari tempat ke tempat ia jalani. Menghadiri kajian-kajian motivasi untuk para Muslimah ia sambangi. Sabrina bertekad untuk menebar kebaikan dan kebermanfaatan kepada orang lain.

Sabrina belum percaya diri jika disebut sebagai pendakwah, dilabelkan predikat ustadzah. Namun, ia bersyukur dan menjadikan hal itu sebagai doa terbaik baik perjalanan hijrahnya.

Menyebrangi pulau dan wilayah ia lakukan untuk menyiarkan nilai-nilai Islam dengan syairnya “Cahaya dari Ka’bah”. Syair tersebut seperti menceritakan kembali perjalanannya menemukan hidayah, cahaya dari An-Nuur.

Di sana, ia tak lupa berbagi kisah kemantapan hati menutup aurat kepada para buruh migran Indonesia atau TKW. Dakwah ini dilandasi oleh keyakinannya akan kebesaran Allah Azza Wajalla.

Tak berhenti sampai disitu, ia berinisiatif mengadakan pengajian bersama teman-temannya. Syiarnya dilakukan melalui media sosial yang digandrungi anak muda saat ini. “Alhamdulillah, ada yang tergerak hatinya untuk ikut mengaji,” tutur muslimah kelahiran Bogor 11 Maret 1984 itu.

Ternyata, selain berdakwah, Sabrina juga aktif menekuni kegiatan-kegiatan sosial baik melalui yayasan atau pun individu. Sang Bunda mengajarkan untuk peduli dengan lingkungan sekitar. “Anak jalanan dan yatim merupakan tanggung jawab kita,” ajar ibunya yang berketurunan Irak itu.

Bagi Sabrina, ibu merupakan guru terhebat. “Beliau kerap menanamkan nilai-nilai Islami dan sosial di kehidupanku,” sahut Teh Nina.

Harapan Sabrina Priscalia untuk Muslimah Indonesia

'Kesuksesan sendiri tidak lebih baik dari keterpurukan bersama'. Mungkin kalimat tersebut mewakili cita-cita, harapan Teh Bina untuk Muslimah Indonesia.

Muslimah adalah perhiasan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab, “Muslim tundukan pandangan, Muslimah jagalah perhiasan.”

Muslimah jangan berpuas hati dengan sekadar berhijab. Kita harus memahami dan menggali ilmu karena ilmu itu sangat luas. Kepada Muslimah, kita merupakan al ummu madrasatul ula. Kelak akan melahirkan dan mendidik anak penerus peradaban.

Jangan pula merasa puas dengan segenggam ilmu. Untuk menjadi istri yang shalihah membutuhkan ilmu yang tak sedikit. Tawadhu adalah kunci untuk terus mencari ilmu Allah Azza Wajalla yang Maha Luas.

Baginya, sebaik-baik Muslimah ialah mereka yang menjaga perhiasannya. Amanah sebagai seorang Muslimah adalah menjaga dan menaati perintah Allah Azza Wajalla.

__
Sumber: Mirajnews, Tribunnews
Twitter: @sabrinapiscalia
Instagram: @sabrinapiscalia




Subscribe to receive free email updates: