Kasus Sumber Waras menuju babak akhir. Setelah publik disuguhi perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BAP) alias Ahok dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), belakangan publik kembali disuguhi perselisihan Ahok dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Orang-orang dekat Ahok di Yayasan RS Sumber Waras sekaligus tangan kanannya di Pemprov DKI Jakarta, satu per satu sudah diperiksa oleh penyidik KPK.
Hingga kini, KPK terus mendalami dugaan bancakan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Bahkan, dikabarkan sudah ada sekitar 37 saksi terkait yang sudah dipanggil ke KPK.
Namun demikian sepertinya KPK masih 'setengah hati' untuk menuntaskan kasus tersebut. Sebab, baru-baru ini, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata justru mengaku belum menemukan adanya niat jahat pejabat Pemprov DKI.
Menanggapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah meyakini, KPK sebenarnya sudah mengantongi nama seorang tersangka.
Namun, Amir menduga, KPK sudah masuk dalam konspirasi jahat orang-orang kuat dibelakang Ahok yang tidak menginginkan kasus tersebut diusut.
"Kalau Alexander bilang, 'belum ditemukan niat jahat', berarti KPK sudah terperangkap dalam niat jahat untuk melindungi Ahok," kata Amir kepada TeropongSenayan, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Amir mengaku tidak habis pikir dengan pertanyataan Alexander perihal indikasi 'niat jahat' yang dimaksud.
"Memangnya dalam KUHAP ada pasal yang mengatur 'niat jahat'? Itu kan tidak diatur. Tapi, kalau niat dan perilaku Ahok melanggar UU, sudah jelas!" tegas Amir.
Dijelaskan Amir, sejak awal perubahan APBD Perubahan 2014, niat jahat Ahok dan kroni-kroninya sudah dimulai.
"APBD-P 2014 diminta untuk dievaluasi oleh Kemendagri pada tanggal 22 September 2014, tapi kenapa Ahok mengabaikan? Makanya, sejak awal saya bilang, kalau KPK serius, panggil Kemendagri. Susah amat!" cetus Amir.
Dengan begitu, lanjut Amir, penyidik handal KPK akan menemukan setumpuk alat bukti bahwa disini Ahok jelas sengaja melanggar UU.
"Saat itu kan masa transisi pergantian antara Mendagri lama (Gamawan Fauzi) dengan Mendagri sekarang, Tjahjo Kumolo," katanya.
Selanjutnya, tambah Amir, pada tanggal 20 Oktober 2014 pemerintahan Jokowi-JK dilantik, dan Ahok langsung mengirim surat desakan pengesahan APBD-P 2014 kepada ketua DPRD DKI, yang saat itu juga baru dilantik.
"Ahok paham itu, makanya dia bermain disela-sela konsentrasi publik yang saat itu fokus pada peralihan kekuasaan dari SBY dan Jokowi. Ahok lupa, kalau di Jakarta masih ada orang cerdas yang namanya Amir Hamzah," kata dia berseloroh.
Karena itu, Amir meminta, agar KPK tak berbelit-belit dan KPK segera menyederhanakan masalah.
"Atau, dari pada KPK didesak terus oleh publik, sebaiknya KPK sampaikan saja ke publik bahwa Ahok dilindungi Jokowi. Atau KPK tanya saja ke Jokowi kenapa begitu 'ngotot' untuk melindungi Ahok. Nanti akan ketahuan dosa-dosa Jokowi yang 'disandera' Ahok," ungkap Amir.
"Jadi, kalau KPK ingin masalah Sumber Waras segera clear, tidak ada jalan lain kecuali harus transparan," terang Amir.
"Kita tahu, dalam kasus ini KPK sangat tertutup dan terkesan sembunyi-sembunyi dalam memanggil pihak terkait. Padahal, katanya sudah ada sekitar 33 sampai 37 saksi yang sudah diperiksa. Tapi kenapa saat pemanggilan atau pemeriksaan dilakukan, KPK tidak pernah sekalipun menyampaikannya ke publik?" tanya Amir penasaran.
"Bukannya selama ini, KPK biasanya gembar-gembor, kalau mau ada yang diperiksa, langsung koar-koar ke publik, besok mau periksa si-A, si-B. Tapi kenapa giliran kasus Sumber Waras tak pernah sekalipun diumumkan? Ada apa? Kenapa?" sesal Amir. (mnx/ts)