Kisah Kecil Ifthor Jama'i di Rumah Fahri
(Oleh: Bambang Prayitno)
Bagian 1. Hujan dan Ingatan Yang Indah
Baiklah saudara-saudara sekalian. Sesungguhnya, dari seluruh cerita yang saya buat tentang Alumni KAMMI hingga hari ini, mungkin inilah cerita yang paling banyak menguras perasaan saya. Ada peristiwa penuh keharuan yang mau tak mau harus saya ceritakan. Ada detik-detik derai tangis yang tak mungkin saya sembunyikan kisahnya. Ada seranai tawa bahagia yang begitu indah saya saksikan dan dengan riang ingin saya bagi. Seperti kerlip bintang saat hujan di langit usai. Seperti keindahan yang muncul setelah awan hitam pergi.
Cerita ini dimulai dari beberapa hari sebelumnya. Tak seperti tahun 2015 lalu, acara ifthor jama'i bersama Fahri Hamzah di tahun 2016 ini, sungguh berbeda. Kalau di tahun lalu, saat bulan Ramadhan yang bertepatan dengan Agustus, konflik memang belum nampak. Petinggi partai baru dilantik. Seluruh alumni KAMMI masih dalam suasana bahagia dan sedang bersemangat sekali membentuk organisasi alumni. Seluruh alumni tak dipisahkan oleh sekat apapun. Mereka hadir penuh semangat di ruangan Wakil Ketua DPR meminta nasihat. Tapi di tahun ini, konflik Fahri dan oknum petinggi PKS itu kini sangat berdampak pada alumni KAMMI dan suasana persaudaraan yang terjalin. Sebagian dari alumni seperti terlibat dalam seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi, dan menjadi serba salah posisinya.
Beberapa hari menuju hari H acara ifthor jama'i, sebagian alumni KAMMI justru diliputi ketegangan. Walaupun saya dan Fahri dan beberapa kawan yang lain biasa saja. Menjalani hari-hari persiapan dengan bahagia. Undangan sudah disebar ke seluruh grup percakapan dan media sosial. Semua yang terlibat sangat rileks. Tapi tidak dengan beberapa yang lain. Bahkan pembicaraan di grup alumni KAMMI jadi terkesan tak natural. Perdebatan tentang konflik Fahri dan oknum petinggi PKS menjadi seperti sangat serius sekali. Puncaknya, dalam rapat Presidium Nasional Alumni KAMMI, Fahri usulkan untuk tak usah dulu bicarakan dirinya dan konfliknya.
Tapi hal itu tak juga mengurangi ketegangan yang terjadi. Sebagian anggota alumni KAMMI berbaris tak bisa menghadiri undangan. Tapi yang bersemangat untuk hadiri undangan memang lebih banyak. Sebagian nama kawan yang mau menghadiri undangan sengaja disembunyikan. Karena, kalau ia anggota dari partai yang oknum petingginya sedang berkonflik dengan Fahri, maka, ia bisa-bisa menghadapi teguran atau persidangan partai. Atau bahkan mungkin pemecatan. Tapi, ancaman teguran itu tak juga menyurutkan kawan-kawan yang ingin bersilaturahim ke rumah Fahri.
Dua orang aktivis alumni KAMMI dari dua propinsi di Sumatra menelepon saya. Sampaikan bahwa mereka dan beberapa yang lain akan menghadiri acara tersebut. Senior saya yang lain dari timur Indonesia, sampaikan kabar juga bahwa mereka akan hadiri undangan Fahri, karena kebetulan sedang ada acara di Jakarta. Di sekitar Jabodetabek sendiri, aktivis KAMMI dan alumni KAMMI malah menyatakan bahwa mereka akan datang berombongan. Total ada sekitar dua ratusan aktivis KAMMI dan alumni dari delapan atau sembilan propinsi yang hadir. Luar biasa. Skenario Allah yang sulit kami percaya. Tapi itu terjadi. Kemudahan-kemudahan itu datang laksana gelombang.
Maka Ahad itu, di sore menjelang Ashar, saya ajak alumni KAMMI asal Sumatra untuk menumpang di mobil Taufik Amrullah, sahabat saya yang mantan Ketua PP KAMMI. Kami berangkat sekitar pukul tiga sore dari Jakarta Pusat. Di grup pembicaraan alumni, kami saling bertukar kabar. Fahri sampaikan ke beberapa orang untuk hati-hati di jalan. Cibubur hujan deras katanya. Ada kemungkinan banjir atau antrian panjang menuju pintu keluar tol. Oke, delapan enam.
Kami sampai di Cibubur setengah jam kemudian. Hujan memang luar biasa derasnya. Untung saja, pintu keluar tol Cibubur belum 'stuck'. Masih berjalan normal. Belakangan saya dapati, banyak sekali alumni KAMMI yang terjebak kemacetan dan tak bisa tepat waktu datang ke rumah Fahri. Sesampai di pintu depan perumahan Puri Sriwedari, kami dapati air yang mulai meninggi. Sekitar tiga puluh centimeter. Kami segera telpon staf Fahri untuk menjemput kami, karena mobil kami yang pendek akan beresiko kalau menerjang genangan air.
Sesampai di rumah, rupanya sudah ada beberapa teman yang hadir. Hujan juga tak lama. Sekitar belasan menit kemudian sudah reda. Genangan air yang sempat menutupi jalan di beberapa titik di perumahan juga sudah mengering. Yang tersisa tinggal dedaunan. Kita mungkin tak mencium semerbak 'petrichor' yang harum dan syahdu. Karena ini bukan hujan setelah musim kering yang panjang. Tapi tetap saja, hujan saat menjelang senja adalah salah satu momen romantis yang menerbangkan kita pada beberapa kata; segelas kopi, anak-anak, selimut atau buku.
Saya masuk ke dalam rumah. Membantu mengatur ini itu terkait kedatangan yang lain. Tak lupa sebarkan denah lokasi dengan google map pada beberapa grup percakapan. Karena banyak yang belum pernah ke rumah Fahri dan kemungkinan nyasar-nya tinggi. Juga ikut memperhatikan saat staf rumah membersihkan sebagian jalan dari sisa-sisa lumpur. Semua yang datang adalah tamu kehormatan. Dan harus kita sambut dengan sukacita kedatangannya.
Sekitar pukul setengah lima lebih, sudah ratusan yang hadir di rumah. Sebagian mengendarai motor. Sebagian yang lain berombongan datangnya. Sebagian membawa keluarganya. Walaupun termasuk rombongan yang telat, tapi kawan saya Amang, yang paling lengkap pasukannya. Ada anak dan istrinya. Juga orangtuanya serta keluarganya yang lain. Seperti undangan hajatan saja. Karena hadirin sudah banyak memenuhi ruangan, kami segera memulai acara.
Seperti halnya acara-acara ifthor di rumah Fahri sebelumnya, setiap sebelum berbuka, kami mulai dengan tasmi' (mendengarkan hapalan) Al-Qur'an. Kali ini yang diperdengarkan adalah Juz 27. Suara Hafidz yang melantunkan Qur'an sangat indah. Kami larut dan khusyu'.
Acara tasmi' sudah selesai. Tapi pembicara utama, Ustadz Taufiq Ridho belum juga datang. Informasi terakhir, terjebak di pintu tol. Mungkin beberapa menit lagi sampai. Akhirnya, saya dan bang Fahri membuka acara. Saya perkenalkan rombongan yang hadir. Sebagian memperkenalkan dirinya sendiri. Beberapa peserta yang mengaku datang dari kota jauh, disambut decak kagum penghormatan nan lantang dari yang hadir. Mungkin membayangkan pengorbanan dan kesungguhan untuk hadir ke Cibubur itu yang sulit dibayangkan. Tapi itulah yang terjadi.
Fahri sampaikan kultum pembuka. Sampaikan tentang motivasi amal. Tentang KAMMI dan ingatan akan amal baik yang pernah kita lakukan selama di KAMMI. Bahwa perbuatan baik yang pernah kita kerjakan, keyakinan pada masa depan selama di KAMMI, hal-hal yang mengharukan dan membahagiakan selama kita di KAMMI; bisa menjadi semacam kenangan yang menjadi pijakan kita untuk melangkah di masa depan. Itu adalah modal bagi optimisme kerja dan amal kita di masa depan.
(Ust. Taufik Ridho, plontos usai pulang umroh)
Tak sampai lima menit berbicara, Ustadz Taufik Ridho sampai. Kami semua menyambutnya dengan sukacita. Sekedar pengingat kita, Ustadz Taufik Ridho adalah mantan Sekjen PKS yang memilih mundur saat konflik Fahri dan oknum petinggi PKS sedang panas-panasnya. Beliau juga seorang munsyid yang ikut mendirikan dan membesarkan Shoutul Harokah yang terkenal itu. Walaupun tahun ini berusia 52 tahun, tapi beliau seperti tak punya batas dengan anak-anak muda KAMMI.
Kami mendengarkan nasihat Ustadz Taufik Ridho di beberapa menit terakhir menjelang berbuka. Tentang kebahagiaan orang yang berpuasa. Bagi orang yang melaksanakan puasa, ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya; begitu sitiran haditsnya. Tapi, memang sangat kurang waktu kultumnya. Karena waktu berbuka sudah tiba, kami tutup kultum dari Ustadz Taufik Ridho. Nantinya, saat kami makan hidangan buka puasa, saya meminta beliau untuk mengisi diskusi Alumni KAMMI ba'da tarawih. Dan alhamdulillah, beliau menyetujuinya.
Kami lanjutkan makan dan berbincang. Masing-masing mengambil tempat dan bergerombol dengan kenalannya. Yang terpancar dalam pembicaraan orang-orang yang bergerombol di beberapa sudut rumah itu hanyalah kebahagiaan. Semua seperti mendapatkan momen romantisme hujan menjelang senja itu. Kali ini, kata yang mendefiniskan gerombol para alumni di beberapa sudut rumah itu adalah; makanan, keluarga dan cinta. Semoga abadi cinta kami. "Ya Allah, berkahilah kami di hari-hari terakhir Ramadhan ini. Masukkanlah kami, keluarga kami dan orangtua kami semua ke dalam golongan orang-orang yang Engkau ampuni, ridhoi dan menjadi pewaris Syurga-Mu. Aamiin yaa Robbal 'Alamin".
(Bersambung ke Bagian 2) -- KLIK INI