Kisah Kecil Ifthor Jama'i di Rumah Fahri (2)


Kisah Kecil Ifthor Jama'i di Rumah Fahri
(Oleh: Bambang Prayitno)

Bagian 2. Tawa Para Pemberani

Selalu saja berulang. Kisah-kisah menakjubkan yang bergulir di roda sejarah. Tentang kehendak atau langkah mula-mula untuk menciptakan peristiwa besar yang akhirnya terpatri dalam lembar waktu. Seperti mengamini kata para ahli hikmah dan ahli sejarah; bahwa dalam setiap masa, selalu ada kisahnya. Dan dalam setiap kisah, selalu saja ada pahlawannya. Dan dalam kemunculan para pahlawan, selalu saja para pemuda pemberani yang menjadi pemantiknya.

Semoga saja, perjumpaan ratusan alumni KAMMI di rumah Fahri malam ini, menjadi batu penanda lahirnya gelombang kepahlawanan baru di negeri ini. Ramadhan bulan mulia. Tapi bagi alumni KAMMI, Ramadhan tahun ini tak sekedar kemuliaan karena keberkahan yang melekat padanya. Tapi di Ramadhan ini, alumni KAMMI seperti menemukan tempat singgah raksasa untuk merenungi, melakukan kontemplasi atas tubuh diri, dakwah dan umat; lalu melesat tinggi menjadi ribuan kerlip lintang di ufuk khatulistiwa.

Maka, setelah tarawih malam ini, kami semua yang hadir saat ifthor jama'i bersepakat untuk kembali berdialog, saling bertukar cerita dan merenungi peran dan masalah yang terjadi dalam seluruh perjalanan dakwah di Indonesia. Seluruh peserta ifthor jama'i sangat antusias untuk hadir kembali. Sebelumnya, mereka telah berbincang lintas gerombol. Maka, perbincangan malam ini seyogyanya akan menjadi lebih hangat. Mereka seperti telah saling memahami; untuk apa mereka hadir di rumah Fahri.

Kehadiran Ustadz Taufik Ridho mantan Sekjen PKS dan Andi Rahmat, mantan Ketua Umum PP KAMMI, serta beberapa mantan Ketua Umum PP KAMMI; seperti Taufik Amrullah, Rahmantoha Budiarto, juga Rijalul Imam adalah tanda paling terang, bahwa anak-anak muda ini seperti sedang merencanakan sesuatu yang besar. Ini seperti rapat akbar para pemberontak dalam film-film revolusi kemerdekaan.

Sekitar pukul setengah sembilan acara dimulai. Masjid di sebelah rumah masih sayup-sayup memperdengarkan lantunan Qur'an yang merdu. Suaranya melayang-layang diantara rintik kecil. Ini momen romantis ketiga yang saya dapati hari ini. Saat sayup suara merdu pepujian pada Tuhan atau nada-nada kerinduan terbang ke langit yang sedang menurunkan hujan. Mungkin, andai malam ini adalah pagi; maka kita seperti melihat bianglala di tengah ilalang saat sinar matahari mulai mengalah pada gemulung awan.

Kembali ke rumah Fahri.

Rupanya, ruangan tengah seperti dipaksa untuk menampung ratusan orang yang hadir. Jumlah yang mengikuti dialog ba'da tarawih lebih banyak dari sebelumnya. Peserta sampai berjubel dan menumpuk. Sebagian mengular sampai ke ruangan perpustakaan. Saya yang awalnya membuka acara, akhirnya harus juga duduk bertumpuk-tumpuk dengan kawan-kawan yang lain. Tapi justru, membludaknya peserta itu mengalirkan getar semangat yang susah didefinisikan. Yang jelas ada bahagia bercampur haru. Merinding kami dibuatnya.

Acara dibuka oleh Fahri dengan menjelaskan ulang tentang niat awal kita berkumpul di rumahnya. Tentang menangkap kegelisahan kolektif atas peristiwa-peristiwa. Tentang obsesi dan optimisme yang ingin dibagi diantara hadirin. Saat Fahri mempersilahkan kepada hadirin untuk berbicara, Saiful Ahmad, Presidium Keluarga Alumni dari Maluku Utara yang juga Pengurus Pusat GEMA Keadilan berbicara. Menyampaikan kegelisahannya atas peristiwa represi di Maluku Utara.

Saiful bercerita bahwa di Maluku Utara, sudah ada 50 orang anggota PKS yang diberhentikan dari halaqoh (pengajian) karena mengadiri Deklarasi Alumni KAMMI. Bahkan Alimin mantan Ketua DPW PKS Maluku Utara ikut diberhentikan karena rumahnya dijadikan tempat panitia mempersiapkan deklarasi.

Memang represi dan tekanan bagi anggota KAMMI dan alumni KAMMI terjadi dimana-mana secara massif. Banyak orang dimata-matai dan dihukum secara sepihak karena lebih berpihak pada Fahri atau mengkritik oknum petinggi PKS atas kebijakannya dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu langkah paling represif yang pernah dilakukan oknum petinggi PKS adalah dengan membuat semacam tim yang bertugas mendatangi orang-orang yang tak sejalan dengan keputusan oknum petinggi PKS untuk diberikan peringatan atau dibacakan hukuman tanpa pembelaan dan klarifikasi. Kenapa tidak banyak anggota PKS dan publik yang tahu ?. Karena dilakukan tertutup, jauh dari sorotan media dan tanpa bukti surat. Banyak daerah yang resah atas perlakuan yang terjadi. Mereka juga mendapatkan masalah, padahal cuma memperlihatkan sikap kritis saja.

Tapi Saiful kemudian justru memberi semacam semangat kepada hadirin. Bahwa peristiwa Maluku Utara hendaknya menjadi pelajaran penting bagi aktivis KAMMI dan Alumni tentang terpinggirkannya peran kita dalam tubuh PKS. KAMMI sebagai organisasi sudah dianggap sebagai properti yang dikuasai secara utuh dimana aktivisnya bisa "digunakan" sesuai keinginan pada waktu-waktu tertentu dan kebijakannya sering diatur secara kaku, sesuai kepentingan pada saat itu.

KAMMI tidak lagi dipandang sebagai organisasi yang merdeka dan bebas yang harusnya jangkauannya bisa melampaui partai, karena KAMMI bisa merangkul banyak anak muda dari berbagai latar belakang. Begitu juga dengan output kader yang dihasilkan oleh KAMMI. Tidak boleh lagi dianggap sebagai properti partai tertentu, karena faktanya, KAMMI memang menyatakan diri independen dalam kredonya; yang berarti, kadernya bisa berdiaspora ke berbagai bidang dan partai politik.

Saiful mengatakan, bahwa alumni KAMMI harus bersikap tegas dengan kondisi yang terjadi. Peristiwa pemecatan Fahri dan kejadian di Maluku Utara adalah buah dari kekacauan berpikir dan bersikap. Dan ini harus kita lawan. Kita memulai dari ruangan ini. Kalau dari Jakarta atau Pusat tak ada yang berani melakukan perlawanan, maka biarlah dari Maluku Utara perlawanan itu bermula. Hampir semua meledakkan tawanya saat mendengar kata-kata Saiful yang berapi-api. Benar-benar gelombang tawa dari para pemberani.

(Bersambung ke Bagian 3)

__
Sebelumnya: Bagian 1. Hujan dan Ingatan Yang Indah
http://ift.tt/299jBJK




Subscribe to receive free email updates: