(Pelabuhan Sunda Kelapa yang kelak diberi nama "Jayakarta")
Akhir-akhir ini media ramai memperbincangkan ibukota Jakarta jelang laga pilkada pemilihan gubernur DKI 2017. Berbagai sosok pun muncul sebagai bakal calon. Tidak ketinggalan Ahok yang hendak menjadi incumbent.
Tetapi artikel ini tidak akan membicarakan tentang pilkada. Kali ini, penulis hendak menyampaikan sejarah singkat asal muasal nama Jakarta yang mungkin tidak banyak diketahui khalayak.
Seperti ditulis oleh sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya 'Api Sejarah (Jilid Kesatu)', nama Jakarta berasal istilah Jayakarta yang berarti kemenangan paripurna atau kemenangan yang nyata. Nama ini diberikan oleh salah satu Wali Songo, Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah yang terinspirasi dari Al-Qur'an surat Al-Fath (48) ayat 1, Inna fatahna laka fathan mubina, 'Sungguh telah Kami berikan kepadamu kemenangan yang nyata'.
Nama Jayakarta melambangkan rasa syukur kepada Allah atas kemenangan nyata dalam menggagalkan upaya penjajahan yang dilakukan oleh kerajaan Katolik Portugis di pelabuhan Sunda Kalapa. Kedatangan penjajah Portugis merupakan mandat yang tertulis dalam perjanjian Tordesilas 1494 M yang disetujui oleh Paus Alexander VI. Perjanjian tersebut memberikan otoritas kepada Kerajaan Katolik Spanyol dan Portugis untuk mempelopori imperialisme di dunia. Sontak aksi imperialisme ini mendapatkan perlawanan dari para ulama dan santri di tanah Jawa.
Penyebutan nama Jayakarta ini terjadi pada 22 Ramadhan 933 H atau 22 Juni 1527 M.
Pada 22 Juni 1527, pasukan gabungan dari kerajaan Islam Demak, Cirebon dan Banten, di bawah pimpinan Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan. Kelak tanggal 22 Juni dijadikan sebagai hari jadi kota Jakarta.
Menurut pengamat sejarah Prof. DR. Ayatrohaedi, nama Jayakarta adalah pilihan Sunan Gunung Jati, penguasa Caruban (Cirebon) yang merupakan mertua dan atasan Fatahillah, yang menjadi panglima pasukan gabungan itu.
Empat ratus tahun kemudian, Jayakarta yang akhirnya disebut Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 M atau 9 Ramadhan 1364 H. (Perhatikan kedua peristiwa tersebut terjadi sama-sama di bulan Ramadhan!)
Fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa para ulama dan wali songo merupakan peletak pondasi dasar nama ibu kota NKRI. Nama Fathan Mubina atau Jayakarta setelah proklamasi melambangkan kemenangan atas perlawanan yang berhasil meruntuhkan Kerajaan Katolik Portugis, Kerajaan Protestan Belanda, dan Kerajaan Shinto Jepang di bumi nusantara.
Fathan Mubina, akankah terulang di ibu kota?