Simpati Publik Untuk Keluarga (alm) Siyono


Densus88 mungkin tidak pernah menduga jika publik begitu menaruh simpati kepada keluarga (alm) Siyono yang telah mereka BUNUH secara keji.

Dukungan dan simpati datang dari beragam kalangan dan profesi, baik secara individu maupun institusi. Bentuk dukungan dan simpatinya pun beragam, mulai dari doa, advokasi, penggalangan dana, pemberian beasiswa bagi anak-anak (alm) Siyono, bantuan perumahan jika keluarga (alm) Siyono diusir, hingga penjagaan makam (alm) Siyono dari tangan-tangan jahat yang mulai ketakutan kebiadabannya terungkap melalui proses autopsi yang akan segera dilakukan.

Yang terbaru adalah dukungan dari tokoh Nahdhiyin yang juga mantan ketua MK, Prof. Mahfud MD, yang memberi support kepada Muhammadiyah untuk mengadvokasi kasus ini. Bahkan Pemuda Muhammadiyah siap membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional apabila keadilan tidak bisa ditegakkan di negeri ini.

Jika kita mau sedikit menggunakan nalar dan akal sehat, tentu akan timbul pertanyaan: "Ada apa gerangan yang membuat publik begitu bersimpati kepada keluarga (alm) Siyono?"

Jawabannya....

(1) Pertama, bisa jadi ini adalah puncak kemuakan publik, khususnya ummat Islam, atas kepongahan densus88 yang semena-mena dan seenaknya MEMBUNUH orang-orang yang meraka mau. Yang menurut berita sampai saat ini sudah 121 yang terbunuh.

"Mengerikan sekali, ada 121 warga terbunuh sia-sia. Itu angka yang tak pernah mungkin kita bayangkan yang diduga dilakukan petugas negara," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti saat konferensi pers 'Mencari Keadilan untuk Suratmi' di Jakarta, Jumat (1/4).

Selain MEMBUNUH dengan seenaknya, densus88 juga kerap menyebar teror yang meninggalkan trauma bagi anak-anak dalam setiap aksi dan (kebanyakan) gayanya.

"Penggeledehan yang sampai meninggalkan ketakutan anak-anak itu bertentangan dengan prinsip perlindungan anak sehingga perlu dievaluasi," kata wakil ketua KPAI, Susanto.

Bagaimanapun anak-anak adalah makhluk yang rentan. Ketika mereka menyaksikan org tua mereka dibantai di depan mata, ini akan meninggalkan bekas yang mendalam pada jiwa mereka. Dan bukan tidak mungkin ini akan terus terbawa hingga mereka dewasa dan menimbulkan dendam serta kebencian di kemudian hari.

Cara-cara kerja densus88 yang brutal inilah yang akhirnya justru melahirkan bibit-bibit radikal baru. Atau ini memang disengaja agar 'proyek' terorisme dapat terus bergulir? (#‎Anggaran‬ Gak ada proyek, gak makan?).

Inilah yang akhirnya membuat publik menjadi muak, dan menemukan momentumnya pada kasus (alm) Siyono ini.

(2) Kedua, hati nurani. Kalau kita perhatikan dengan seksama, dukungan dan simpati kepada keluarga (alm) Siyono ini tidak hanya datang dari satu kelompok masyarakat saja, semisal dari kalangan yang oleh BNPT diberi merek "jihadis" "radikalis", tapi simpati dan dukungan ini datang dari beragam kelompok masyarakat yang boleh jadi mereka berbeda pandangan terhadap paham keagamaan, pilihan politik, hingga orientasi ideologi.

Isi otak (baca: fikiran) manusia pasti berbeda-beda, tetapi hati manusia itu satu. Sama. Tidak bisa menerima kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. Inilah yang tidak dipahami oleh densus88, atau memang tidak punya? Hingga akhirnya kini mereka menjadi 'public enemy'. Publik mendesak densus88 dibubarkan.

Orang-orang densus88 (yang muslim) kiranya perlu membaca hadits berikut:

عن وابصة بن معبد رضي الله عنه قال : أتيت رسول الله صلى الله عليه و سلم , فقال: جئت تسأل عن البر؟ قلت: نعم. قال: استفت قلبك. البر مااطمأن إليه النفس واطمأن إليه القلب. والإثم ماحاك في النفس و تردد في الصدر وإن أفتاك الناس وأفتوك

Dari Wabishah bin ma’bad radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Aku datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berkata: “Kamu datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab: benar. Kemudian beliau bersabda (artinya): “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.”

(HR. Ahmad (4/227-228), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (22/147), dan Al Baihaqi dalam Dalaailun-nubuwwah (6/292)).

-by Erwin Al-Fatih-




Subscribe to receive free email updates: