Penangkapan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Gerindra, Muhamad Sanusi, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi petaka bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mantan Bupati Belitung Timur itu bisa saja ditetapkan sebagai tersangka, karena Ahok dan Sanusi sama-sama mendukung Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
“Penangkapan Sanusi bukan kado atau hadiah besar buat Ahok, melainkan petaka. Karena Ahok bisa saja ditetapkan sebagai tersangka. Kan Ahok juga dukung reklamasi," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono saat mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016), dikutip Harian Terbit.
Arief mengungkapkan, bagaimana gigihnya perjuangan Ahok mendapatkan izin reklamasi dari pemerintah pusat. "Kemarin, kan Ahok mendatangi Bu Susi (Menteri Susi Pudjiastuti) untuk perizinan reklamasi tersebut, dan Bu Susi menolak, tapi Ahok terus memperjuangkannya. Pemerintah pusat sebenarnya menolak, kita lihat saja nanti. Sanusi bisa saja ini tertangkap karena ingin mencari dana," kata Arief.
(Baca: Baru Sebulan Jadi Gubernur Ahok Langsung Beri Izin Reklamasi Kepada Podomoro)
Menurut Poyuono kasus yang menjerat Sanusi terkait dengan reklamasi pantai Jakarta. "Sudah saya konfirmasi ke DKI, ini masalah izin reklamasi pantai Jakarta. Artinya, ini bisa saja menyangkut eksekutif di Pemda DKI Jakarta," ungkap Poyuono.
Menurutnya, Sanusi memang mendukung reklamasi tersebut. "(Sanusi) mendukung, artinya ya nanti kita lihat aja, kita mendukung KPK untuk mengungkap setuntas-tuntasnya, semua harus ditangkap, jangan Sanusi saja," ungkap Poyuono.
Suap Rp1,14 Miliar
Seperti diketahui, KPK secara resmi menetapkan Muhamad Sanusi sebagai tersangka terkait dugaan suap Raperda Reklamasi atau Zonasi Wilayah Laut dan Pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Total uang suap yang sudah diterima calon gubernur DKI Jakarta berikan mencapai Rp 1,14 miliar. Pemberian pertama pada Senin (28/3/2016) dan yang kedua pada Kamis (31/3/2016) malam.
Selain Sanusi, ditetapkan juga 2 tersangka lainnya yakni petinggi dan karyawan PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro. Bahkan Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK usai ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Sanusi dijerat dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman maksimal hukuman dalam pasal tersebut adalah 20 tahun penjara.
"Dalam kasus ini terlihat bagaimana pengusaha mencoba pengaruhi pemerintah daerah dan pembuat UU tanpa menghiraukan kepentingan yang lebih besar terutama yang berkaitan dengan lingkungan," kata Agus dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/4/2016) malam.
Sanusi Mulai 'Bernyanyi' Buka-bukaan Soal Suap Podomoro
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi 'bernyanyi' alias membuka satu per satu informasi ke penyidik KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) menerima suap miliaran rupiah dari pihak PT Agung Podomoro Land terkait pemulusan pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (raperda) reklamasi teluk Jakarta.
Saat diperiksa penyidik KPK, Sanusi menyampaikan ada seorang kerabat pejabat Pemprov DKI Jakarta yang menjadi pelaku utama di balik suap untuk pemulusan dua raperda tersebut.
Dalam pemeriksaan di KPK, Sanusi menyampaikan orang itulah yang mengatur pertemuan antara dirinya dengan bos PT Podomoro, dengan pejabat Pemprov DKI hingga pertemuan dengan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.
Bahkan, orang itu juga turut andil dalam mengatur jumlah uang yang harus diserahkan ke pihak DPRD DKI Jakarta, termasuk ke Sanusi.
"Dia punya hubungan kekerabatan yang cukup erat dengan eksekutif. Mungkin (kerabat,-red) DKI 1," beber Kuasa Hukum M Sanusi, Krisna Murthi usai menemui Sanusi di Polres Jakarta Selatan, Jakarta, Sabtu (2/4/2016) petang.
Krisna mengatakan, Sanusi sudah menyampaikan keterangan ini ke penyidik KPK dalam pemeriksaan pada Jumat malam.
"Kami cukup senang dengan adanya kejadian ini. Artinya sekarang makin jelas, makin terang kasus ini seperti apa," kata Krisna, seperti dilansir Tribunnews.