[CEO words. Senin, 30 Mei 2016]
Beberapa hari terakhir Saya senang memperhatikan bagaimana brand besar melakukan aktivitas Marketing. Ada yang menarik dari apa yang Saya temukan. Ternyata, komunikasi pasar yang mereka lakukan bergeser dari yang semula membicarakan benefit fisik, berubah menjadi membicarakan benefit emosi.
Pandangan Saya tertuju pada apa yang dilakukan BukaLapak dan HijUp. Kedua platform besutan pasangan suami-istri Juragan Digital ini memang menarik perhatian. Achmad Zaky dengan BukaLapak nya dan mbak Diajeng Lestari dengan HijUp nya.
Kemarin, Saya menonton film pendek tentang 5 muslimah berhijab yang memiliki ceritanya masing-masing. Ada muslimah yang memutuskan menjadi atlet taekwondo, ada muslimah bercadar yang hadir di Jakarta Fashion Week, ada yang jadi Rocker, dan dua terakhir adalah sosok yang Saya kenal, Dian Pelangi dan Diajeng Lestari. Semuanya memiliki cerita perjuangannya masing-masing.
Yang menarik, video tersebut hadir melalui fasilitas "iklan" FB. Video tersebut hadir di linimasa Saya dengan keterangan "Sponsored". Video itu diposting melalui Fan Page HijUp.
Disinilah kita harus memperhatikan hal yang penting dari sebuah komunikasi brand. HijUp tidak lagi berbicara "beli hijab di kami ya, barangnya bagus-bagus lho" atau "belilah baju muslimah di HijUp, murah lho". HijUp memilih membangun cerita. HijUp memilih membangun ikatan emosi dengan pasar. Dengan hestek #EmpowerChange, HijUp berbicara tentang Muslimah yang berdaya. Dan ini HOT banget untuk emosi positif muslimah: "muslimah produktif, gua banget!"
Perilaku komunikasi HijUp ini mungkin terwarnai oleh strategi BukaLapak. Kita tentu tidak perlu membahas apakah Diajeng yang terpengaruhi oleh Zaky atau Zaky yang terpengaruhi Diajeng. Itu gak penting. Hehehehehe...
Jika kita melihat komunikasi BukaLapak ke publik, hal yang paling terasa adalah warna nasionalisme dalam komunikasi BukaLapak. Coba simak iklan BukaLapak tentang "jadilah pahlawan bagi ratusan ribu UKM Indonesia". BukaLapak membangun sebuah ide besar bahwa belanja di BukaLapak berarti menjadi pahlawan bagi UKM. Iklannya pun di set seperti era perang kemerdekaan.
Baru-baru ini, BukaLapak dengan Forum Indonesia Muda juga melakukan event bersama di Balai Sarbini. Ridwan Kamil pun hadir. Beberapa tokoh nasional pun menghiasi panggung BukaLapak. BukaLapak seakan ingin berbicara kepada publik : "Kami paling Indonesia, kami ingin berjuang untuk perubahan".
BukaLapak tidak lagi berbicara "beli di kami ya, lengkap lho. Atau beli di kami ya, murah lho". Dengan pendekatan emosi ini, BukaLapak melakukan efisiensi iklan yang sangat besar, karena BukaLapak berhasil membangun dirinya sebagai "omongan positif" di anak-anak muda, "gila ya BukaLapak, keren banget". Cukup begitu, dan traffic BukaLapak pun terus bertumbuh tak terkira.
Pendekatan emosi ini bukan tentang BukaLapak dan HijUp saja. Beberapa tahun yang lalu, brand besar seperti Wardah juga melakukannya. Bahkan hingga saat ini.
Dewi Sandra hadir senyum-senyum di layar. Set iklan di Paris. Tiba-tiba Dewi Sandra naik balon udara. Earth, love, life... inspiring beauty. Jedarrr, tiba-tiba penjualan Wardah meledak. Wardah tidak lagi bicara kulit jadi halus dan jadi putih, karena semua iklan kosmetik yang lain sudah bicara begitu. Iklan-iklan Wardah kemudian berbicara tentang cinta, persahabatan dan petualangan. Hal-hal yang sangat emosional sekali.
Dari berbagai paparan diatas, akhirnya kita menyadari bahwa Market hari ini memang Baper (bawa perasaan). Pasar tidak hanya membawa otak untuk memutuskan membeli, tapi mereka juga membawa hati, mereka membawa perasaan. Maka sebagai pebisnis yang berjualan hari ini di pasar, Anda harus bertanya, apakah produk Anda bisa bikin baper?
Rendy Saputra
CEO KeKe Group
Mentor http://ift.tt/1UnmFBZ