Ada Campur Tangan 3 Negara Asing Dalam Kasus 1965, Kok Hanya Indonesia yang Harus Bertanggung Jawab dan Minta Maaf?



[portalpiyungan.com] Dalam persidangan rakyat tentang kejahatan kemanusiaan,menyangkut periode kelam 1965-1966 di Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia disebut Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Internasional 1965 (International People's Tribunal on Crimes Against Humanity, IPT 1965) terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia selama periode 1965-1966.

Keterlibatan tiga negara, menurut Martin Aleida yang mengikuti proses persidangan IPT 1965 tahun lalu di Belanda, tidak dikomentari oleh Ketua Hakim Zak Yacoob ketika ia membacakan kesimpulan sidang sementara di Den Haag, 13 November 2015.

“Ketika hakim menyampaikan kesimpulan, dia membenarkan seluruh tuntutan dari jaksa tetapi tidak memberikan komentar atas keputusan mengenai keterlibatan tiga negara ini,” kata Martin yang juga korban Peristiwa 1965, di Jakarta.

Martin menduga, Ketua Hakim saat ini menunggu bahan-bahan yang lebih lengkap untuk mengurai keterlibatan AS, Inggris, dan Australia, di luar materi yang disampaikan dalam persidangan IPT 1965 yang digelar selama tiga hari itu.

“Menurut saya ini masalah politik, melibatkan negara anggota PBB. Maka dia (Ketua Hakim) menunggu bahan lengkap,” ujar Martin.

Keterlibatan negara lain dalam Tragedi 1965 merupakan tuntutan kesembilan dari tim jaksa. Poin ini dipaparkan secara cukup gamblang dalam persidangan, termasuk dokumen rahasia milik badan intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA).

“Karena itu hakim menyebutkan ada keterlibatan tiga negara (dalam Tragedi 1965),” kata Martin yang mantan anggota organisasi sayap kiri Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Putusan IPT 1965 menyebut AS, Inggris, dan Australia terlibat dalam derajat yang berbeda-beda. AS memberikan dukungan kepada militer Indonesia meski mengetahui jelas adanya pembunuhan massal terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia beserta keluarga mereka.

Sementara Inggris dan Australia melakukan kampanye propaganda palsu berulang-ulang meski juga mengetahui pembunuhan massal terjadi.

Koordinator Umum Yayasan IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan, pencantuman tiga negara dalam putusan hakim bukan cuma soal moral.

“Bukan hanya hukuman moral, tapi tanggung jawab hukum,” kata Nursyahbani.

Dalam putusan pengadilan, ujarnya, hakim tidak memberikan rekomendasi kepada ketiga negara tersebut seperti kepada Indonesia, karena hal tersebut menyangkut hubungan internasional antarnegara.

“Yang terpenting pemerintah Indonesia melakukan sesuatu pada korbannya,” ujar Nursyahbani.

Menurut aktivis perempuan itu, selain AS-Inggris-Australia, Jerman bahkan ikut terlibat. Meski demikian, bukti yang dimiliki tim penuntut belum cukup kuat.

Pemerintah Jerman, kata Nursyahbani, pernah menyumbang 300 ribu Deutsche Mark atau Rp2,2 miliar, juga menyumbang alat komunikasi dan senjata kecil. Setelah tahun 1980 pun, Jerman disebut Nursyahbani memberikan pelatihan kepada tentara Indonesia.

“Namun meski teman-teman di Jerman pernah menghubungi anggota parlemen di Jerman dan meminta penjelasan dari pemerintah Jerman, mereka tidak mendapatkan penjelasan yang utuh,” ujar Nursyahbani.

IPT 1965 menghasilkan tiga rekomendasi. Pertama, pemerintah Indonesia agar segera dan tanpa pengecualian meminta maaf pada semua korban, penyintas dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara dan tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan negara terkait peristiwa 1965.

Kedua, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.

Ketiga, memastikan akan adanya kompensasi yang setimpal dan upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.

Menanggapi itu, Luhut sebelumnya secara tegas menolak apapun yang diputuskan IPT 1965. Dia menekankan, Indonesia memiliki sistem hukum sendiri yang tidak dapat diintervensi negara dan lembaga asing.

Luhut akan menanggapi secara keras pihak manapun yang berupaya mempengaruhi prinsip hukum dan sikap pemerintah atas Tragedi 1965. Menurutnya, pemerintah akan dan sedang menyelesaikan tragedi yang oleh Komnas HAM digolongkan sebagai pelanggaran HAM itu.

Luhut juga tidak peduli jika putusan itu dibawa ke Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.




Subscribe to receive free email updates: