BBG Yogyakarta Launching Antologi Puisi Para Da'i

(Salim A. Fillah di acara Launching antologi puisi para da'i "Ksatria & Rumah Kita")

[portalpiyungan.com] JOGJA - Balai Budaya Gambiran (BBG) Yogyakarta, Kamis (30/6), melaunching Antologi puisi berjudul "Ksatria & Rumah Kita", yang merupakan kumpulan puisi-puisi karya pada da'i dan da'iyah.

Keterlibatan para da`i atau tokoh agama dalam penulisan karya sastra bukan merupakan hal yang tabu. Bahkan, juga bukan merupakan hal yang baru. Sejarah Sastra Nusantara klasik maupun Sastra Indonesia modern telah mencatat peran besar para tokoh agama dan para da`i dalam dinamika kerja kultural bangsa ini.

Hal ini dapat dilihat di antaranya pada pujangga Malaka, Tun Mahmuh Seri Lanang, Hamzah Fansuri, Syekh Samsudin As-Sumatrani, Syekh Nurudin Ar-Raniri, dan Raja Ali Haji, Raja Aisyah Sulaiman, dan lain-lain.

Pada sastra Jawa muncul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Geseng dan lain-lain di abad XV dan pada abad berikutnya muncul pujangga Surakarta Kiai Yosodipuro I, Kiai Yosodipuro II, Kiai Ranggasutrasna, Kiai Sastradipura yang bergelar Haji Ahmad Ilhar, Kiai Rangga Warsita, dan lain-lain. Pada sastra Sunda muncul Haji Hasan Mustapa, Kalipah Apo, dan lain-lain.

Sedang pada khasanah Sastra Indonesia modern, kita kenal karya-karya Buya Hamka, Amir Hamzah, Haji Daeng Muntu, Or. Mandank, Rifai Ali, Ali Hasjmy dan lain-lain pada Periode Pujangga Baru.

Pada periode pasca-kemerdekaan, kita kenal tokoh Djamil Soeherman, Ali Akbar Navis, Taufiq Ismail, D. Zawawi Imran, Kiai Ahmad Thohari, Kiai Muhammad Zuhri, K.H. A. Musthofa Bisri, dan lain-lain.

“Di Kota budaya Yogyakarta, kita kenal tokoh agama yang juga banyak terlibat dalam dunia kepenulisan sastra, di antaranya Mohammad Diponegoro, Kuntowijaya,  Emha Ainun Najib, Ahmadun Yose Herfanda, Musthofa W. Hasyim, Abul Wachid B.S., dan lain-lain. Kini, melalui antologi puisi Ksatria & Rumah Kita, Balai Budaya Gambiran (BBG) Yogyakarta memunculkan penyair-penyair da`i seperti Ustadz Cahyadi Takariawan, Ustadz Boedi Dewantoro, Ustadz M. Ilyas Sunnah, Ustadz Arif Wibowo, Ustadzah Sativa Syaefullah Mahyudin, Ustadzah Ida Nur Laila, Ustadzah Asri Widiarti, Ustadzah Umi Munawirah, Ustadzah Fahima Indrawati, Ustadzah Ratna Kusharjanti, dan lain-lain. Barangkali inilah arti penting kemunculan antologi puisi Satria & Rumah Kita dalam dinamika kesusastraan kita,” ungkap penyunting antologi, Dwi Budiyanto dalam acara buka bersama dan launching antologi puisi tersebut di BBG, Jalan Gambiran 43, Yogyakarta Kamis, 30 Juni 2016.


Pengasuh Majelis Jejak Nabi, Ustadz Salim A. Fillah menambahkan, “Dalam sejarah perjuangan Rasulullah, tercatat banyak sahabat Nabi yang juga penyair. Misalnya Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, Ka`ab bin Malik, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga sejumlah nama sahabat Nabi yang mempunyai karya dalam bidang sastra, seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan Mu'awiyah Ibn Sufyan. Bahkan, para ulama salaf dan para imam madzhab banyak yang menuliskan karyanya dalam bentuk syair. Jadi, memang sejak dari jaman Nabi, para shahabat, tabi`in, tabi`in-tabi`in, para ulama salaf maupun ulama khalaf, para walisanga, dan para da`i terbiasa menggunakan syair atau puisi sebagai sarana dakwah mereka. Maka wajarlah jika kesusastraan yang berkembang di berbagai belahan dunia Islam ini, termasuk di Nusantara banyak diwarnai oleh karya-karya besar para ulama dan para da`i di jamannya”.

Pada launcing antologi ini, pemerhati sastra dari UNY, Kusmarwanti, S.S.,M.Pd.,M.A. mengupas dengan cerdas antologi puisi "Ksatria & Rumah Kita" dari sisi bangunan struktur puisi-puisinya.

"Yang menarik dalam antologi ini, gaya pembelaan yang menghentak-hentak justru terdapat pada puisi-puisi para ustadzah (ibu-ibu), seperti terlihat pada puisi karya Ustadzah Sativa Syaefulah, Ustadzah Ida Nur Laila, Ustadzah Fahima Indrawati, dan lain-lain. Sementara, puisi-puisi karya para Ustadz (bapak-bapak) cenderung romantis, seperti terlihat pada puisi karya Ustadz Setia Abdurahman, karya Ustadz Boedi Dewantoro, dan Ustadz Arif Wibowo," ungkapnya seraya membacakan puisi “Istriku” karya Ustadz Arif Wibowo dari Gunung Kidul.

“Namun, keromatisan kehidupan rumah tangga itu diungkap dengan tulus dan polos oleh penulisnya, seakan-akan tidak akan diketahui oleh orang lain,” lanjut Bu Noe panggilan akrab alumnus Fakultas Sastra UGM, perintis Forum Lingkar Pena Yogyakarta ini.

Secara umum tema dakwah dan gerakan sangat kental dalam antologi ini karena memang ditulis oleh para da`i dan daiyah. Di antaranya terlihat jelas pada puisi “Aku Malu” karya oleh Ustadz M. Haris:
Aku malu pada rembulan
yang tak lelah menyinari malam
Sementara kubiarkan banyak orang hidup dalam kegelapan
Tenggelam dalam pandangan dan pemikiran yang kelam

Juga pada puisi “Ksatria” karya Ustadz Mustafa Kamal:
Obor itu selalu berkobar ketika zaman bergeser
Tapi kali ini ia terkapar
Dalam penantian sunyi
Akan ksatria muda yang teduh bersahaja.

"Sambil menanti, para da`i sibuk mencari ksatria di seluruh pelosok Negeri. Sampai akhirnya mereka pun menyadari bahwa bisa pula justru dari “Rumah Kita” sendiri akan hadir satria-satria muda yang teduh bersahaja. Mereka lah calon-calon pemimpin bangsa dan Negara kita di masa depan”, pungkas Ibu Kusmarwanti.


Di penghujung launching antologi puisi "Ksatria & Rumah Kita" sore itu, Presiden Balai Budaya Gambiran Yogyakarta, Boedi Dewantoro sengaja berbagi hadiah buku antologi puisi tersebut kepada para tokoh masyarakat yang hadir. Tampak hadir pada acara ini, Presiden HBO, Ahmad Nur Umam, Pecinta Seni Gamelan, Ki Surono dari Tirtonirmolo Bantul, anggota DPRD Kanbupaen Sleman, M. Darul Falaah, dan tokoh-tokoh lainnya. Acara ini diakhiri dengan Buka Puasa Bersama para penggiat seni budaya di Yogyakarta dan sekitarnya (MIS).




Subscribe to receive free email updates: