Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra mendesak Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali rencana kunjungannya ke Amerika Serikat 25-28 Oktober 2015.
Pasalnya, masalah kebakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan kabut asap belum selesai.
"Presiden harusnya fokus menyelesaikan masalah dalam negeri, terutama bencana kebakaran hutan yang kini telah menimbulkan korban jiwa, ancaman kesehatan, dan kerusakan lingkungan yang amat parah bagi kehidupan," kata Yusril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/10/2015), seperti dilansir Kompas.com.
Kunjungan Jokowi ke AS, meskipun untuk memenuhi undangan Presiden Barack Obama, selayaknya ditunda karena tidak ada hal mendesak untuk dibicarakan.
"Dalam situasi (bencana asap) seperti ini, Jokowi harusnya malu berkunjung ke AS," ucapnya.
Kemenlu dan Sekneg, kata dia, seharusnya paham dan wajib mengingatkan Presiden bahwa ada sesuatu yang secara halus ditunjukkan oleh protokol kepresidenan AS dalam menerima Presiden Jokowi.
"Tidak ada jamuan makan, tidak ada joint statement kedua Presiden. Ini menunjukkan secara halus bahwa kunjungan Jokowi tidaklah penting bagi AS sebagaimana layaknya Presiden AS menerima Presiden sebuah negara sahabat yang kedudukannya sangat penting," ujarnya.
Kunjungan Jokowi ke AS ketika sebagian rakyatnya menghadapi bencana asap, bahkan beberapa telah menjadi korban, menurut Yusril, adalah sikap tidak bijaksana dan tidak merakyat.
"Jokowi harusnya ingat amanat Pembukaan UUD 1945 bahwa negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Jangan lupa amanat konstitusi ini," ujar mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini.
Hal senada disuarakan oleh salah seorang korban asap Riau.
"Harusnya Begitu...Harusnya Malu...," ujar Afni Zulkifli, ibu rumahtangga yang tinggal di Pekanbaru mengomentari pernyataan Yusril.
Pertanyaannya, Apakah presiden Jokowi masih punya rasa malu?