[Wantimpres vs Tim Independen] Jokowi Pusing Tujuh Keliling





Bola kisruh Polri-KPK sudah ada di tangan Jokowi. Kemarin, Wantimpres dan Tim Independen sudah memberikan masukan soal ini. Putusan penting yang harus dibuat Jokowi adalah: melantik atau tidak melantik calon kapolri Komjen Budi Gunawan. Wakil Ketua DPR Fadli Zon yakin, pilihan ini akan membuat Jokowi pusing tujuh keliling.



Seharian kemarin, Jokowi mendapatkan dua masukan. Wantimpres lebih dulu menghadap Jokowi. Rombongan Wantimpres masuk Kantor Presiden sejak pukul 9 pagi. Diskusi antara Wantimpres dengan Jokowi cukup panjang. Rombongan baru keluar menjelang pukul 12 siang.



Habis itu, Tim Independen yang diketuai Syafi'i Ma'arif gantian menghadap Jokowi. Dari sembilan orang tim, 8 orang hadir. Hanya mantan kapolri Jenderal (Purn) Sutanto yang tak bisa datang. Obrolan Presiden dengan tim ini juga agak panjang. Baru sekitar jam 2 siang Syafii Cs keluar dari Istana.



Apa saran yang diberikan Wantimpres? Ketua Wantimpres Sri Adiningsih tidak mau mengungkap. Dia beralasan, dalam Undang Undang Wantimpres, saran dari Wantimpres ke Presiden bersifat rahasia. Tidak bisa diungkap ke publik.



"Secara hukum, kami tidak boleh menyampaikan (ke publik)," ucapnya.



Beredar kabar, saran yang disampaikan Wantimpres tak bulat. Masing-masing anggota punya usulan sendiri mengenai cara menyelesaikan politik KPK dan Polri.



"Masing-masing anggota menyampaikan (pertimbangan)," aku Sri.



Dia mengklaim, Jokowi merespons positif saran yang disampaikan Wantimpres.



"Positif, dan menerima kita dengan baik. Konstruktif," imbuhnya. "Saran Wantimpres ini tidak mengikat. Boleh dilaksanakan, boleh juga tidak," ucap Sri.



Dari Tim Independen, sempat juga ada perbedaan saran. Syafi’i Ma’arif menyebut, usulan tim hanya satu, yaitu agar Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sementara Wakil Ketua Tim Independen, Jimly Asshiddiqie menyebut pihaknya memberi empat opsi; melantik Budi lalu memberhentikannya; melantik lalu Budi mengundurkan diri sendiri; tidak dilantik tapi mengundurkan diri langsung; dan tidak melantik sama sekali kemudian memilih calon baru.



Setelah menghadap Presiden, Tim ini menggelar rapat di Gedung Setneg. Hasil rapat akhirnya disepakati secara bulat bahwa tim hanya mengusulkan satu opsi ke Presiden, yaitu tidak melantik Budi Gunawan dan sekaligus menonaktifkan Bambang Widjojanto dari pimpinan KPK.



"Ini sudah kami sampaikan. Responsnya dipertimbangkan. Kami tidak memutuskan, kami hanya memberi masukan," jelasnya.



Syafi’i tidak setuju dengan pilihan Budi dilantik lebih dulu kemudian dinonatifkan. Menurutnya, hal itu berisiko. Sebab, bisa saja Budi menyusun kekuatan dan menolak saat akan diberhentikan.



"Usulan kami, BG (Budi Gunawan) jangan dilantik. Harus ada calon baru," ucapnya.



Karena mepetnya waktu, Syafi’i berharap Jokowi segera ambil sikap. Dia berharap, sampai akhir bulan ini sudah ada keputusan dari Jokowi.



"Harus ada suara dari Istana secepatnya," tegas eks ketum Muhammadiyah ini.



Anggota Tim Independen Imam Prasojo memahami, kondisi ini tentu menjadi dilema bagi Jokowi. Namun, setelah pihaknya mendalami suara publik dan juga opini yang berkembang di DPR, pilihan terbaik Jokowi adalah tidak melantik Budi, dan dalam waktu yang sama mengeluarkan Keppres penonaktifan Bambang.



"Kami beranggapan, kalau dilantik akan menimbulkan kontroversi. Dengan statusnya sebagai tersangka, akan menimbulkan kegamangan yang berakibat pada marwah. Bayangkan orang yang menegakkan hukum tapi memmiliki status tersangka," ucapnya.



Menurut Tim, pilihan ini mudaratnya lebih kecil ketimbang Jokowi tetap melantik Budi dan mempertahankan Bambang.



"(Melantik Budi Gunawan) mungkin mudarat-nya secara aturan, marwah, susbtansial akan lebih besar," ucapnya.



Keputusan itu adalah pilihan yang adil bagi semua.



"Jika pimpinan KPK dan Kapolri yang tersangka, tidak memiliki kredibilitas dan menimbulkan kegamangan moral. Mudah-mudahan itu keputusan yang adil. Tidak memihak," tandasnya.



Jokowi juga tak perlu takut disebut melanggar UU Kepolisian jika tidak melantik Budi yang sudah mendapat persetujuan DPR. Anggota Tim Independen yang juga eks Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno memberi kiasan untuk kasus Budi ini.



"Ibaratnya begini, saya sudah disetujui DPR menjadi Kapolri. Terus saya kena asam urat, dan nggak bisa jalan. Gimana? Kalau saya meninggal gimana?" ucapnya.



Mengenai calon pengganti Budi, kata Oegroseno, Polri punya banyak stok jenderal yang bagus.



"Semua bintang 3 baik, bintang 2 baik, bintang 1 baik. Kalau ngga baik, mereka nggak dapat jabatan kan," selorohnya.



Jimly Asshidiqie ikut menguatkan. Dia memastikan, pembatalan pelantikan Budi tidak akan berujung pemakzulan Jokowi.



"Tidak bisa. Ini hanya lebih pada nuansa politik," ucapnya.



Menurutnya, Jokowi bisa dimakzulkan apabila terbukti melakukan kesalahan fatal seperti korupsi, menerima suap, dan mengkhianati negara. Memang, ada satu lagi yang bisa dijadikan dasar pemakzulan, yaitu melakukan perbuatan tercela. Namun, tidak melantik Budi meskipun tidak diatur undang-undang, bukanlah perbuatan tercela.



Wakil Ketua DPR Fadli Zon yakin, saran yang diberikan Tim Independen akan membuat Jokowi bingung. Soalnya, apapun putusan yang diambil akan membuat Jokowi serba salah. Jika tak melantik Budi Gunawan, Presiden bisa dianggap melanggar UU. Selain itu, Jokowi juga akan berhadapan dengan DPR yang sudah menyetujui usulan Jokowi untuk mengangkat Budi Gunawan sebagai kapolri.



Sebaliknya, kalau melantik, Jokowi akan berhadapan dengan masyarakat dan tokoh-tokoh yang pro-KPK. Popularitas Jokowi bisa makin turun karena dianggap tidak pro pemberantasan korupsi.



"Saya yakin pilihan seperti ini akan membuat Presiden bingung. Tapi pilihan apapun yang diambil, harus diambil dengan keyakinan putusan itu betul. Kalau ragu-ragu malah akan jadi blunder," ucap Fadli Zon saat berkunjung di Jakarta, Rabu, 28 Januari 2015. Fadli Zon datang bersama Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.



Sementara Fahri lebih tegas soal ini. Dia bilang, jatuh tempo pelantikan Budi Gunawan adalah tanggal 4 Februari 2015 atau 20 hari sejak DPR menyetujui usulan Presiden soal pencalonan Budi Gunawan.



"Kalau pada hari itu Presiden tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri, dia langgar undang-undang. Dan atas pelanggaran itu, DPR akan minta klarifikasi kepada Presiden," kata Fahri.



Klarifikasi bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, mengajukan hak bertanya, yakni bertanya secara langsung dalam rapat paripurna DPR. Kedua, DPR secara lembaga menggunakan hak interpelasi atau hak bertanya kepada Presiden. Ketiga, DPR bisa mengusut kasus Budi Gunawan ini lewat hak angket.




Subscribe to receive free email updates: