HT paling giat mengevaluasi ijtihad kelompok lain. Erdogan dan Mursi misalnya, walaupun Mursi Hafizh 30 juz tapi selama tidak menerapkan syariah 100% ya ga ada guna, bahkan ga dianggap apa-apa sama HT, dan kader HT yang baca al-Qurannya masih belepotan seenaknya mengatakan Mursi sang hafizh ga ada guna gara-gara belum bisa menerapkan syariat versi HT secara total.
Sebenarnya, baik Erdogan, Mursi, Ismail Haniyah, termasuk partai Islam di Indonesia, kalau ditanya tentang syariat, semuanya satu kata, syariat Allah harus tegak, beda dengan HT soal cara menegakkannya, kalau HT maunya langsung 100% ga pakai tahapan sama sekali, sementara Erdogan wa ikhwanuhu yang semadzhab, syariat tegak dengan metode kompromi dan bertahap, tahapan-tahapan itu memang alami dan logis, biasanya tahapan ini dikenal dengan istilah Maratibul 'Amal.
Nah, yang jadi masalah HT mengevaluasi metode kelompok lain dengan kacamata HT.
Seharusnya HT mengevaluasi diri sendiri.
Seharusnya HT menilai kerja mereka dalam penerapan syariat dan khilafah.
1. Dari tahun 1953, sudah berapa syariat Islam yg tegak...?
2. Dari 1953, negara mana yang mau menerima thalabun nushroh HT..?
3. Dari 1953, sudah 3 kali ganti amir hizb, siapa yang layak jadi khalifah..? Wong amir Atha saja ga ketahuan rimbanya.
Mau mengevaluasi Erdogan gunakanlah standar dan tahapan yang dibuat Erdogan.
Mengevaluasi Mursi, gunakan standar dan kacamata Mursi.
Mengevaluasi PKS, gunakan kacamata PKS.
Sebab bedanya di soal "metode bagaimana menerapkan syariat". Kalau pakai kaca mata HT ya jelas yang nampak cuma HT yang paling betul dan yang lain salah semuanya.
Jadi, fastabiqul khairat saja, ukur diri masing-masing, sudahkah usaha HT berhasil sampai detik ini..?
Sudahkah HT menjadi perekat ummat selama ini..?
Silakan evaluasi diri sendiri, dan jangan jadi hakim atas ijtihad kelompok lain.
(by Ispiraini)
*dari fb penulis