[portalpiyungan.com] JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang penghematan anggaran Kementerian dan Lembaga. Dalam inpres yang diterbitkan per tanggal 26 Agustus 2016 itu mencantumkan adanya 87 Kementerian dan Lembaga yang anggarannya dipotong.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut, Presiden Joko Widodo telah melanggar hukum karena memutuskan memotong anggaran Kementerian dan Lembaga.
Sebab, pemotongan anggaran, kata dia, tak bisa diputuskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) semata melainkan harus melalui persetujuan DPR melalui pembahasan APBN-P 2016.
"Itu nggak boleh pemotongan angggaran melalui Inpres. Itu salah nanti Presiden digugat. Pemotongan anggaran itu mesti dengan APBN-P tahap 2," kata Fahri di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9/2016), seperti dikutip TeropongSenayang.
Oleh karena itu, kata Fahri, Presiden Jokowi sudah salah mengeluarkan Inpres itu, karena itu bahaya. Kalau inpres itu keluar rawan gugatan dan itu membuat ketidak pastian hukum.
"Itu yang saya heran kenapa presiden suka mengambil keputusan melanggar hukum, itu tidak boleh sama sekali, yang namanya uang negara itu melalui APBN dan APBN itu melalui instrumen UU tidak ada presedennya uang di atur oleh Inpres, nanti anda pertanggungjawabannya bagaimana," ucapnya.
Fahri mengatakan, keputusan melakukan pemotongan anggaran merupakan hak DPR. Sebab, pemotongan anggaran harus diatur dalam undang-undang, yang dimana DPR yang berhak mengesahkan suatu undang-undang.
"Pemotongan anggaran itu hak DPR (budgeting), kuasa pembuat UU itu adalah DPR, UU APBN atau UU terkait dengan budget itu ketat memang harus melalui UU," ucapnya.
Lebih jauh, ia menyebut baru kali ini terjadi ada Inpres yang diterbitkan untuk memotong anggaran di Kementerian dan Lembaga.
"Dalam sejarah RI itu nggak ada presedennya. Uang diatur make Inpres itu gimana APBN diatur pake Inpres. Jadi terus terang saya meyayangkan sekali keputusan Presiden, ngatur-ngatur anggaran pake Inpres kayak gitu bahaya sekali," ujarnya.
Politikus asal NTB ini juga mempertanyakan sikap parpol dan anggota dewan lainnya yang hanya diam menerima keputusan itu. Dia menduga sikap diam itu karena anggaran parlemen tidak ikut terkena pemotongan.
"Silakan saja anggaran DPR tidak dipotong, tapi jangan gara-gara itu secara kelembagaan DPR diam. Tidak bisa," tegasnya.
Ya, gimana gak diam bang. Kalau tegas seperti bang Fahri ntar dipecat. Kan repot.
Jadi anggota dewan di era jungkir balik sekarang mending menerapkan D-4: Datang-Duduk-Diam-Duit... gajian. Kan enak.