By: Tengku Zulkifli Usman
(1) Partai islam belum memiliki cara pandang yang sama dalam masalah kepemimpinan ibukota,masih jalan sendiri sendiri.
(2) Tidak ada konsistensi dalam menerapkan planning jangka panjang untuk menarik pemilih pemula.
(3) Cara kampanye yang masih begitu begitu saja dan tidak melakukan banyak inovasi yang signigikan.
(4) Kas partai islam memang lebih kecil daripada partai lain, lihat saja dari cara kerja dan aktivitas kantor DPP nya.
(5) Kalau partai lain punya banyak logistik,kerja sebulan juga cukup, partai islam logistik kurang, kerja malas, akhirnya selalu nebeng.
(6) Cara merebut hati warga jakarta sangat berbeda dengan cara merebut hati warga lain, disini warganya lebih banyak yang menengah keatas, 60-70% warga DKI masuk middle class.
(7) Gagalnya pimpinan partai islam membentuk koalisi bersama, membentuk gerbong, lalu menarik gerbong partai lain untuk bergabung, karena daya tawar partai islam masih kurang.
(8) Citra partai islam rata rata sudah tercoreng, baik oleh media secara sengaja, atau memang realitas masalah fakta di lapangan.
(9) Gagalnya partai islam mendapatkan dukungan mayoritas ulama dan kalangan pelajar di Jakarta untuk memilih partai islam, stigma lama, asusmsi semua partai sama saja, ini asumsi bahaya.
(10) Gagalnya partai islam dalam berkomunikasi dengan semua lapisan masyarakat khusunya kalangan elit dan para pengusaha untuk mendapatkan bantuan politik.
(11) Partai islam cenderung masih belum memiliki figur central yang kuat yang bisa menyatukan, terlebih partai islam selalu terjebak untuk ngotot selalu mencalonkan figur internalnya masing masing meskipun figur itu sudah jelas tidak punya daya saing.(4 L)
(12) Ada yang menyederhanakan masalah, dengan slogan pemimpin muslim, ada yang menghibur diri dengan kalimat "Allah yang menentukan siapa gub Jakarta" kalimat ini tidak diikuti dengan kerja nyata, strategi dan peta yang jelas.
(13) Ada yang memasukkan ilmu tauhid dalam pilkada Jakarta "Gub jakarta sudah ditulis di lauhul mahfudz, dan muslim akan diangkat Allah jadi pemimpin" konsepnya benar tapi salah tempat.
(14) Partai islam selalu berantem sedangkan partai lain tepuk tangan, pemimpin partai islam selalu jaim dan merasa punya wibawa berlebih sehingga kadang susah ngalah dan tidak fleksibel, sehingga mudah dibaca lawan.
(15) Ada benarnya teori "Ustadz gak boleh salah" karena sekali salah repot memperbaikinya, karena cenderung masyarakat menilai parpol islam dengan "rasa" bukan dengan logika, apalagi logika politik.
(16) Parpol islam masih tidak kuat tahan godaan, dompet kosong membuat partai islam mudah digoda, diledek dan di gombalin partai lain pemodal besar, tapi sayangnya slogan nya selalu "istiqomah" slogan rumah besar, dan slogan slogan lainnya, nyatanya bukannya malah jadi rumah besar,justru pengurusnya banyak yang pindah rumah ke rutan dan LP, minim keteladanan ide dan gagasan.
(17) Pendukung partai islam tren nya sudah menurun, partai islam di DKI bisa dikatakan sudah tidak punya pemilih loyal (loyal voter) kecuali yang masih istiqomah ya kader kader nya sendiri.
(18) Penyebab utama larinya pemilih partai islam ke partai lain adalah, pertama: sikap pragmatis pemilih jakarta pada umumnya, kedua: kekecewaan pemilih terhadap figur partai islam yang bermasalah, ketiga: propaganda media sekuler dan gamangnya pendapat tokoh islam tentang partai islam itu sendiri, keempat: tidak bersatunya ormas islam dalam mempromosikan partai islam, hanya sebatas promosi pemimpin muslim, itupun dilakukan dengan motivasi lemah dan tidak di organisir dengan baik.
(19) Terakhir, partai lain hanya senyum, nonton tv, nunggu pengumumam KPU, tok tok tok, partai islam dikadali lagi karena salah sendiri, masih ingat saat KPU umumkan kemenangan JOKOWI? Begitulah gambaran nanti pilgub DKI.
Wallahu alam.