[portalpiyungan.com] Pengamat politik sekaligus mantan jubir Gus Dur, Adhie M Massardi menanggapi pernyataan Ahok saat menyikapi video orasi politik anti-Ahok Boby Febri Krisdiyanto, mahasiswa fakultas Ilmu Keperawatan UI yang diunggah di sosial media.
Menurut Adhie, Presiden Soeharto yang di zaman Orde Baru sangat berkuasa saja tidak pernah mempersonifikasikan dirinya dengan Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 secara vulgar seperti dilakukan Ahok untuk membentengi diri dari serangan mahasiswa UI yang menentangnya lewat video orasi politik yang diunggah di sosial media.
Seperti banyak diberitakan media massa, di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 7 September 2016, karena geram dikritik mahasiswa via sosmed, Ahok pun menghardik dengan penuh emosi.
"Harusnya dia dikeluarkan, bila perlu dia pindah ke Timur Tengah dan bikin parpol kalau mau menumbangkan Pancasila…!", ujar Ahok.
Selain itu, Ahok juga menyinggung soal pajak yang dibayarkannya, dan tidak rela dipakai untuk membiayai mahasiswa seperti Boby yang menentang dirinya. Dan karena orasinya itu, Ahok juga menilai Boby sudah menyimpang dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB.) ini menilai pernyataan Ahok sudah sangat keblinger. Dia lalu teringat zaman orba.
Katanya, dulu, dalam pertemuan dengan para pimpinan ABRI, 27 Maret 1980 di kawasan peternakan miliknya di Tapos, Bogor, Soeharto mengatakan ada kekuatan di luar yang ingin mengganggu Pancasila dan UUD 1945. ABRI (kini TNI) diminta untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 1945, dan diwanti-wanti untuk ekstra hati-hati memilih teman.
Meskipun tidak sevulgar yang disampaikan Gubernur Ahok, tapi kalangan oposisi yang waktu itu dimotori mantan gubernur DKI Ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Hoegeng dan mantan KSAD Jenderal Nasution, menilai pidato Soeharto sudah melampaui batas.
Soeharto dianggap telah mempersonifikasikan (mengejawantahkan) dirinya sebagai Pancasila dan UUD 1945, sehingga yang menentang dirinya dianggap melawan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, ABRI harus melibas mereka itu.
Peristiwa ini kemudian melahirkan gerakan politik "Petisi 50" yang dimotori Ali Sadikin, Nasution, Hoegeng, dan kawan-kawan dengan tagline politik "Gerakan Kesadaran Berkonstitusi".
"Nah, dengan pernyataan yang mempersonifikasikan dirinya dengan Pancasila dan UUD 1945, seperti pola yang digunakan Soeharto dalam mengatasi lawan-lawan politiknya, Ahok tampaknya sudah keblinger," kata Adhie.
"Ahok bilang tidak rela pajak yang dibayarkan dirinya antara lain untuk membiayai UI dipakai orang seperti Boby. Rakyat juga bayar pajak kemudian digunakan untuk membiayai TNI. Tapi kenapa Ahok menggunakan TNI untuk menggasak rakyat kecil," katanya.
Ahok makin keblinger karena menyuruh Boby pindah ke Timur Tengah hanya karena dalam orasinya menggunakan terminologi Islam sebagai pisau analisa untuk masalah sosial, politik dan ekonomi.
Padahal, menurut Adhie, agama dan ideologi apa pun secara akademik bebas digunakan untuk menganalisa keadaan yang berkembang di masyarakat. Apalagi di negara demokrasi seperti Indonesia yang heterogen.
"Jangan salah, banyak ekonom nasionalis yang menggunakan pisau analisa Karl Marx tanpa harus menjadi marxis, apalagi komunis. Makanya mereka tidak harus disuruh pindah ke Kuba atau Korea Utara," urainya.
"Di pemerintahan sekarang ini, malah tak sedikit yang cara berpikir dan bertindaknya menggunakan ideologi neo-liberal. Kenapa mereka tidak disuruh pindah ke Amerika Serikat? Atau menyuruh pindah ke Amerika Latin aktivis gerakan sosial-kemasyarakatan yang berbasis Katolik karena menggunkan dasar-dasar teologi pembebasan?" sambung dia.
Dengan menyuruh Boby pindah ke Timur Tengah hanya karena menggunakan terminologi Islam dalam orasinya, kata dia, justru mencerminkan rasisme picik Ahok. Karena jangankan di Timur Tengah, di Indonesia saja pemikiran Islam memiliki banyak mazab dan varian-varian.
"Makanya, jadi pejabat publik itu jangan terlalu picik dan licik. Dan yang paling penting, jangan sekali-kali mempersonifikasikan diri sebagai Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Itu gaya Soeharto yang sudah out of date," pesan Adhie M Massardi.