by Sri Awindarini
Mengapa Aku yang Menangis?
Gadis itu raut wajahnya biasa saja. Tidak menampakkan kesedihan sedikit pun.Tetapi mengapa aku yang menangis? Mengapa air mataku yang menetes?
Siang itu dia datang. Kedatangan yang tak kuduga, walau sudah lama kuharapkan. Itu kedatangan yang pertama ke rumahku. Kedatangannya memberi kabar gembira. Membawa undangan pernikahan.
"Bukan saya Mbak. Adik. Besok Minggu. Bulan Agustus kemarin, adik yg di Jember juga sudah menikah", katanya buru-buru sebelum saya sempat bertanya.
Kutatap wajah gadis yang tahun depan usianya sudah memasuki kepala tiga itu. Kabar gembira itu, membuat perasaanku campur aduk. Senang, sedih, teriris, gundah. Juga kasihan pada gadis yang selalu ceria itu. Tapi gadis itu?
"Karepe Ibu ya urut le nglairke. Tapi aku nggak apa-apa Mbak. Kalau harus nunggu yg tua malah semua nggak jadi nikah-nikah", katanya. Wajahnya tetap cerah. Tak ada mendung, apalagi gerimis di sana.
Kutatap lagi gadis itu. Melihat raut wajahnya dan mendengar tutur katanya, aku juga mulai percaya. Percaya bahwa gadis itu baik-baik saja. Percaya bahwa hatinya tidak terluka walau "dilangkahi" dua adiknya.
Percaya....tapi masih ada sedikit pertanyaan. Walau aku lihat dia begitu tegar, tetapi aku tetap tak tahu perasaannya sebenarnya besok di hari pernikahan adiknya itu.
Aku tak tahu bagaimana gejolak jiwanya, ketika melihat adik perempuannya itu mengenakan gaun pengantin. Atau ketika melihat sepasang pengantin baru itu memasuki kamar pengantinnya.
Aku tak tahu....
Tetapi aku tahu, tidak setiap gadis bisa melakukan itu. Merelakan adik-adiknya menjemput jodoh lebih dahulu.
Ah...Aku hanya bisa berdoa, semoga Alloh Yang Maha Pengasih segera mengirimkan lelaki, untuk meminang gadis sederhana itu.