[portalpiyungan.com] Sebanyak 60 KK warga Rawajati Jakarta Selatan hanya bisa meratapi dan mengadu pada Ilahi setelah rumah yang puluhan tahun ditempati digusur paksa, dibuldozer rata dengan tanah, oleh para aparat suruhan gubernur dzolim pada Kamis (1/9) pekan lalu.
Warga korban gusuran ini dipaksa pindah/direlokasi ke Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Ironisnya, seperti diberitakan Kompas (6/9) "Dinas Perumahan Ancam Keluarkan Penghuni Rusun yang Tak Juga Melunasi Biaya Sewa".
Setelah rumah yang dibangun sendiri dan bayar pajak/PBB setiap tahun diratakan, tanpa ganti rugi, terus dipaksa pindah ke rusun, bayar sewa, kalau tak kuat bayar sewa... nanti siap-siap disuir.
Aktivis Dandhy Dwi Laksono secara sedih menanggapi, seperti ditulis di laman fb-nya:
Hutan, sawah, dan ladang di desa dibuldozer atas nama pembangunan. Pindah ke kota, kerja serabutan dan tinggal di bantaran kali atau "tanah negara". Lantas digusur dan dipaksa pindah ke rusun. Tak sanggup bayar sewa, kini akan diusir.
Siklus sempurna pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Lalu kaum intelektual menyebutnya sebagai: "relokasi yang manusiawi".
MENATA kota dengan konsep, desain, atau teknologi membutuhkan pemimpin yang memiliki kreativitas dan kesabaran sosial.
Menata kota dengan buldozer dan tentara adalah milik para pemalas yang ingin "quick wins" untuk memuaskan calon pemilihnya.
Inilah nasib wong cilik Jakarta yang dipimpin gubernur dzolim.
Masihkan Anda membela gubernur tukang gusur???
Dimanakah nurani Anda sebagai manusia???
Atau Anda memang hanya akun-akun robot???