PKS disibukkan masalah internal. Pemecatan dan ancaman pemecatan kepada kadernya terus terjadi. Akibatnya kader dibuat bingung memahami beberapa gelintir elitnya. Friksi terus terjadi. Akibat konflik internal, keuangan tak berhasil diurus dan kas partai NOL. Akibat lebih lanjutnya, program internal jalan tertatih-tatih. Elektabilitas PKS, menurut survey INDIKATOR (Burhanudin Muhtadi) merosot hingga 3,2% secara nasional dan 1,7% untuk Jakarta yang notabene adalah kantong utama PKS yang disukai kaum menengah terpelajar. Hal ini adalah juga dampak logis ketidakjelasan agenda politik.
Yang paling menghebohkan adalah pemecatan Fahri Hamzah, salah seorang pendiri partai dan politisi paling disegani di kancah nasional, dari seluruh jenjang keanggotaan partai, dari keanggotaan di legislatif dan dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Fahri Hamzah disebutkan menjadi korban elit PKS yang menjabat baru setahun. Dengan alasan tidak jelas, subjektif dan terlalu personal, Fahri diminta mundur. Fahri melawan dan menggugat.
Pimpinan PKS telah dikalahkan melalui putusan sela (provisi) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hak-hak Fahri Hamzah harus dikembalikan dan tak boleh ada tindakan apapun atas dirinya. Di DPR, teriakan beberapa anggota fraksi PKS yang melengking hingga langit agar Fahri mundur, tak didengar Pimpinan DPR yang mengacu pada hukum positif, yakni provisi yang telah ditetapkan pengadilan dan mengikat.
ISLAH adalah jalan keluar. Islah memiliki konsekuensi yaitu adanya kompromi. Melihat posisi serba sulit yang saat ini membuat PKS tersudut, seharusnya pimpinan PKS membuka jalan kembali Fahri Hamzah dan kader-kader yang dipecat (dan yang diancam untuk dipecat hanya karena masalah beda pendapat) untuk masuk kembali dan mengabdi dengan baik. Pulihkan hak-hak mereka yang sebelumnya telah direnggut paksa tanpa memperhatikan hukum positif dan hukum publik yang berlaku.
Jika ISLAH harus membawa konsekuensi minggirnya pimpinan otoriter yang saat ini menjabat, itu harus diterima atas nama dan untuk kepentingan jamaah dan gerbong dakwah. Jika pun ISLAH harus berakibat dipisahnya gerbong PARTAI POLITIK dan gerbong DAKWAH/ ORMAS, itu juga akan baik bagi semua pihak. Diantara kader, desakan untuk ini makin kuat dengan referensi perpolitikan partai Islam di negara seperti Tunisia dan Turki, ditambah kenyataan bahwa masing-masing gerbong tersebut memiliki tuntutan kompetensi dan potensi yang sama sekali berbeda.
Pilkada di ibukota negara DKI Jakarta, tidak lama lagi. Pileg dan Pilpres 2019 akan berlangsung serentak dan untuk itu perlu modal besar yaitu soliditas, kerja keras dan uang kas yang tak sedikit. Dengan kepemimpinan yang tak jelas arah, tidak demokratis, anti dialog dan otoriter, bukan akomodatif dan merangkul, PKS akan terperosok makin jauh dan dilupakan.
Sebarkan petisi ini terutama kepada kader PKS agar berpikir holistik dan nasionalistik untuk mempertahankan keutuhan jamaah dan keberlangsungan dakwah.
Link petisi: http://ift.tt/2cDu0k9