Politisi PDI Perjuangan yang juga anggota Pansus Undang Undang BPJS dari Fraksi PDIP 2009-2014, dr Surya Candra mengatakan, tidak benar jika dikatakan tiga kartu sakti yang diluncurkan Presiden Joko Widodo tidak memiliki dasar hukum.
Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KSS) hanya memperluas cakupan dan manfaat program yang sudah ada sebelumnya, dan mengubah sudut pandang menjadi hak rakyat miskin terhadap kewajiban negara.
"KIP sebelumnya adalah BSM (Bantuan Siswa Miskin), adapun KIS menggantikan istilah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)," ujar Surya Candra, Kamis, 6 November 2014.
Dasar hukum KIS adalah UU SJSN No 40/2004, UU BPJS No 24/2011, dan Perpres No 12 yang direvisi Perpres No 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan (JK).
Surya Candra mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah Pasal 15 UU SJSN dan Pasal 13 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan pemerintah dari APBN. Kemudian, Pasal 12 Perpres No 111/2013 disebutkan bahwa setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapat identitas peserta yang memuat nama dan nomor identitas masing-masing.
Merujuk aturan ini, lanjut dia, program KIS adalah implementasi sempurna dari SJSN yang menjembatani sistim pelayanan dan pembiayaan kesehatan yang melindungi rakyat Indonesia seluruhnya baik mampu atau tidak dari ancaman sakit melalui preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif tanpa plafon limitasi biaya/harga kesehatan.
"Istilah JKN terkesan hanya kuratif dan bantuan pemerintah untuk orang miskin. Sangat salah kalau dikatakn KIS itu illegal atau tidak ada dasar hukum," katanya.
"APBN 2014 dari SBY pada Kemkes dan Kemsos pasti bisa digunakn sampai Desember 2014. Jadi KIS tidak bertentangan dengan BPJS. KIS hanya mengganti dan memperluas cakupan dan manfaat JKN," pungkasnya. (fs)
Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KSS) hanya memperluas cakupan dan manfaat program yang sudah ada sebelumnya, dan mengubah sudut pandang menjadi hak rakyat miskin terhadap kewajiban negara.
"KIP sebelumnya adalah BSM (Bantuan Siswa Miskin), adapun KIS menggantikan istilah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)," ujar Surya Candra, Kamis, 6 November 2014.
Dasar hukum KIS adalah UU SJSN No 40/2004, UU BPJS No 24/2011, dan Perpres No 12 yang direvisi Perpres No 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan (JK).
Surya Candra mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah Pasal 15 UU SJSN dan Pasal 13 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan pemerintah dari APBN. Kemudian, Pasal 12 Perpres No 111/2013 disebutkan bahwa setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapat identitas peserta yang memuat nama dan nomor identitas masing-masing.
Merujuk aturan ini, lanjut dia, program KIS adalah implementasi sempurna dari SJSN yang menjembatani sistim pelayanan dan pembiayaan kesehatan yang melindungi rakyat Indonesia seluruhnya baik mampu atau tidak dari ancaman sakit melalui preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif tanpa plafon limitasi biaya/harga kesehatan.
"Istilah JKN terkesan hanya kuratif dan bantuan pemerintah untuk orang miskin. Sangat salah kalau dikatakn KIS itu illegal atau tidak ada dasar hukum," katanya.
"APBN 2014 dari SBY pada Kemkes dan Kemsos pasti bisa digunakn sampai Desember 2014. Jadi KIS tidak bertentangan dengan BPJS. KIS hanya mengganti dan memperluas cakupan dan manfaat JKN," pungkasnya. (fs)