Pergantian Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah Sebut Ledia Hanifa Kader Senior yang Mumpuni


Fahri Hamzah tidak mempersoalkan keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menunjuk Ledia Hanifa Amaliah menggantikannya sebagai Wakil Ketua DPR.

Menurut dia, keputusan itu dianggapnya merupakan hak PKS. "Tidak masalah, itu hak partai," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2016).

Fahri menilai Ledia sebagai salah satu kader terbaik PKS. ‎"Dia kader senior yang mumpuni," ucap Fahri.

Dia yakin ‎Wakil Ketua Komisi VIII DPR ‎itu siap mengemban tugas apapun, termasuk posisi Wakil Ketua DPR. Fahri menegaskan dirinya tidak memiliki masalah apapun dengan Ledia.

Ketua DPR: Fahri Masih Wakil Ketua DPR

Hingga saat ini Pemimpin DPR belum menerima surat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait pemecatan ‎Fahri Hamzah dari keanggotaan partai berlambang bulan sabit kembar itu.

Maka itu Fahri masih dianggap sebagai Wakil Ketua DPR. Dan tentunya masih menikmati fasilitas ‎sebagai pemimpin DPR.

"Ya iya dong (Fahri masih nikmati fasilitas DPR). Buat saya sampai hari ini Fahri masih sebagai Wakil Ketua DPR dari PKS," kata Ketua DPR Ade Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2016).

Lebih lanjut Ade mengatakan, proses Pergantian Antarwaktu (PAW) ‎Fahri Hamzah bisa dilakukan setelah ada keputusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

"Kita mau eksekusi sesuatu ya tunggu proses peradilan sampai sukses. Masa kita proses, kalau Fahri menang, mati kita," pungkasnya.

UU MD3 mengatur bila pergantian anggota atau pimpinan terdapat sengketa hukum, harus menunggu sampai ada keputusan pengadilan.

Gugatan Hukum

Fahri Hamzah mengajukan gugatan hukum kepada partai dan telah disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu disampaikan oleh pembelanya yang tergabung dalam tim bernama Pembela Untuk Keadilan dan Solidaritas.

"Ada kesempatan untuk mencoba melihat melalui proses hukum. Oleh sebab itu, saya berharap semua menerima dengan kepala dingin dalam menyikapi perbedaan pendapat ini," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Rabu, 6 April 2016.

Dalam gugatannya, Fahri beranggapan proses pemberhentian dirinya dari PKS ada yang berlawanan dengan hukum. Dia menyebutkan soal Majelis Tahkim dimana anggotanya merangkap sebagai anggota DPP PKS. Padahal AD/ART secara tegas mengatakan anggota tidak boleh dirangkap.

Keberadaan Majelis Tahkim juga dipandangnya berlawanan dengan hukum, karena tidak mendapatkan pengesahan Kementrian Hukum dan HAM. "Bagaimana bisa Majelis Tahkim sidang berkali-kali, sementara dia tidak mendapatkan pengesahan. Dan di dalam yurisprudensi konflik Partai Golkar, pengesahan Menkumham mutlak sifatnya," kata dia.

Sumber: Sindonews (1,2), Pikiran Rakyat




Subscribe to receive free email updates: