SURAT TERBUKA untuk PRESIDEN RI, PANGLIMA TNI dan KAPOLRI: SIAPA PEMECAH BANGSA?


MEMANG SIAPA YANG BAPAK-BAPAK SEBUT SEBAGAI PEMECAH BELAH BANGSA?

SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI, PANGLIMA TNI DAN KAPOLRI.

Dari Ma'mun Murod Al-Barbasy

Kepada Yth.
Bapak Presiden RI
Bapak Panglima TNI
Bapak Kapolri
di Jakarta

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Doa saya, semoga Bapak Presiden RI, Bapak Panglima TNI dan Bapak Kapolri selalu dalam keadaan sehat walafiat dan selalu dalam lindungan-Nya dalam menjalankan amanat Allah swt. sebagai Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri.

Bapak Presiden, Bapak Panglima TNI, dan Bapak Kapolri, melalui surat terbuka ini, saya ingin menyampaikan pandangan pribadi, terutama sejak Saudara Gubernur Ahok melakukan penistaan terhadap al-Qur'an. Saya tidak berpretensi bahwa pandangan pribadi saya juga merupakan pandangan kebanyakan umat Islam.

Kepada Presiden Jokowi

Bapak Presiden, saya menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap Bapak dalam menyikapi penistaan al-Qur'an yang telah dilakukan Gubernur Ahok (waktu melakukan penistaan al-Qur'an Ahok dalam kapasitas sebagai Gubernur, bukan calon gubernur). Ada reaksi dan ketersinggungan yang begitu rupa dari umat Islam atas penistaan Ahok, tapi Bapak tak mengambil langkah hukum apapun. Padahal jelas lembaga penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan berada di bawah kekuasaan Presiden.

Bapak Presiden tentu masih ingat, ketika Puasa Ramadhan lalu ada kasus Ibu Saini yang terjaring Razia Ramadhan, Bapak langsung bertindak cepat dan bahkan dengan tindakan yang beraroma pencitraan Bapak memberikan bantuan materi kepada Ibu Saini. Terkait kasus yang menimpa seorang Saini, Bapak bisa begitu empati, tapi ketika puluhan juta masyarakat Muslim tersinggung dan marah atas penistaan Ahok justru Bapak diam membisu tanpa berusaha secara serius mengambil langkah-langkah hukum. Padahal orang yang awam hukum sekalipun tahu bahwa penistaan yang dilakukan Ahok sangat berpotensi melanggar hukum.

Menyikapi rencana Aksi Umat tanggal 4 November 2016, pernyataan Bapak juga menggambarkan bahwa Bapak tidak cukup paham menangkap pesan yang ingin disampaikan dari Aksi Umat tersebut. Bapak memang mengapresiasi rencana Aksi Umat sebagai hak konstitusional warga negara untuk berdemonstrasi. Namun dalam pernyataannya, Bapak juga menyatakan yang intinya bahwa "demonstrasi itu hak, tapi tidak boleh memaksakan kehendak".

Bapak Presiden, saya yaqin tak ada niatan dari Aksi Umat tersebut untuk memaksakan kehendak. Aksi Umat tersebut semestinya dipahami oleh Bapak sebagai bentuk kesantunan umat Islam dalam menyampaikan ekspresi dan aspirasi politiknya. Bayangkan kalau tak ada kesantunan dari umat Islam, saya tidak tahu lagi nasib saudara Ahok.

Maaf, Bapak Presiden justru seharusnya malu dengan adanya Aksi Umat ini. Sebagai presiden di negara hukum seperti Indonesia, sepatutnya dengan Aksi Umat sebelumnya sudah cukup bagi Bapak Presiden untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan hukum terhadap Ahok. Bapak Presiden tentu masih ingat dengan "Kasus Monitor". Dibanding dengan penistaan yang dilakukan Ahok, Kasus Monitor tak seberapa, tapi Presiden Soeharto mengambil langkah hukum tegas dan aspiratif, yaitu dengan membredel Tabloid Monitor (Gramedia Grup) dan Arswendo pun harus masuk tahanan, setelah melalui proses persidangan.

Bapak Presiden, jadi tak ada yang mencoba memaksakan kehendak. Masa sih terhadap kasus Saini, Bapak Presiden dan juga Mendagri bisa bertindak begitu cepat, tapi terhadap penistaan al-Qur'an yang dilakukan Ahok Bapak Presiden tak sensitif sedikit pun.

Maaf Bapak Presiden, jangan hanya karena untuk "melindungi" Ahok lalu Bapak korbankan negara ini dan posisi Indonesia sebagai negara hukum juga Bapak lecehkan. Sekali lagi mohon dengan sangat Bapak bisa merespon secara serius kasus penistaan al-Qur'an yang dilakukan Ahok.

Kepada Bapak Panglima TNI

Bapak Panglima, dalam pernyataannya terkait dengan rencana Aksi Umat tanggal 4 November 2016, Bapak menyampaikan pernyataan yang menurut saya jauh dari proporsional. Link pernyataan Bapak saya sebutkan di bagian bawah surat ini.

Dalam pernyataannya, Bapak menyatakan bahwa akan mengerahkan pasukan untuk melawan mereka yang akan memecam belah bangsa. Militer tak akan mentolerir setiap gerakan-gerakan yang akan mengadu domba bangsa. Segala tindakan provokasi dan politisasi SARA akan berhadapan dengan militer.

Pernyataan Bapak diucapkan berbarengan dengan hiruk pikuk dan amarah umat Islam terkait penistaan al-Qur'an yang dilakukan Ahok. Sudah tentu pernyataan Bapak akan dengan mudah dimaknai sebagai "sikap tegas" yang akan dilakukan oleh militer terhadap Aksi Umat tanggal 4 November 2016 mendatang.

Kalau Bapak berpikir dengan nalar pikir yang jernih, tentu Bapak sangat faham bahwa yang telah mengadu domba masyarakat saat ini adalah manusia bernama Ahok. Ahok lah yang telah memprovokasi munculnya isu SARA. Bukan umat Islam. Sekali lagi, bukan umat Islam.

Bapak juga menyatakan bahwa Indonesia adalah negara Pancasila dan juga negara hukum. "Jangan semau-maunya sendiri". Bapak, aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam akhir-akhir ini sesungguhnya karena umat Islam sangat sadar dan paham bahwa Indonesia adalah negara hukum. Kalau tidak sadar dan tidak paham, pasti sudah terjadi tindakan di luar hukum terhadap Ahok. Justru karena sadar dan paham bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka umat Islam lebih memilih Aksi Damai yang legal secara konstitusional. Yang patut dipertanyakan justru aparat penegak hukum itu sendiri. Sepertinya yang tak paham kalau negara Indonesia adalah negara Pancasila yang sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara hukum adalah aparat penegak hukum. Bagaimana mungkin di negara yang mendasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa terjadi penistaaan al-Qur'an dan pelakunya dibiarkan begitu saja. Bagaimana mungkin terjadi penistaan al-Qur'an di negara hukum tapi aparat penegak hukum seakan tuli dan bisu tak memprosesnya secara serius.

Bapak Panglima, militer masa lalu telah memerangi dan membunuh ribuan rakyat Indonesia yang menjadi pengikut gerakan separatis. Ketika militer melakukan tindakan keji tersebut, tentu militer mempunyai landasan hukumnya dan tak mau dipersalahkan bukan? Militer mempunyai dalih bahwa mereka memerangi separatis karena bermaksud mau memisahkan diri dari Indonesia. Artinya ada sebab dan akibat mengapa militer bersikap keji terhadap warga negaranya. Kalau tidak ada gerakan separatis, maka pasti militer tak akan melakukan tindakan militer. Tentu tidak mungkin toh menuduh militer sengaja "menciptakan" gerakan separatis?

Dengan qiyas separatis ini, maka yakilah bahwa umat Islam pun tak akan melakukan aksi andai tidak keluar pernyataan Ahok yang menista al-Qur'an atau kalau pun Ahok menista al-Qur'an, tapi aparat penegak hukum cepat bertindak dan memprosesnya secara hukum, saya yaqin pula tak akan pernah ada aksi umat, terlebih rencana aksi tanggal 4 November. Aksi umat ini hanyalah reaksi atas penistaan al-Qur'an yang dilakukan oleh Ahok dan lambatnya kerja aparat hukum dalam merespon menistaan yang dilakukan Ahok, termasuk soal dugaan keterlibatan Ahok dalam tindak kejahatan korupsi.

Sekali lagi, rasanya tidak bijak kalau Bapak Panglima menuduh bahwa mereka yang akan melakukan aksi 4 November sebagai pemecah belah bangsa dan mereka tak paham Pancasila dan posisi Indonesia sebagai negara hukum. Sekali lagi, justru tampak bahwa aparat penegak hukumlah yang tak paham (atau mungkin pura-pura tak paham) bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berideologikan Pancasila yang sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bapak Panglima, Bapak memang Panglima TNI, tapi Bapak juga seorang Muslim. Bicaralah dengan hati nurani dan jangan dengan nafsu, apalagi --mohon maaf-- nafsu untuk membela Ahok. Bapak Panglima tentu tahu bahwa Indonesia merdeka itu dengan pekikan Allahu Akbar. Sumbangsih terbesar kemerdekaan Indonesia adalah umat Islam. Jadi mohon bisa bersikap proporsional terhadap umat Islam. Dan saya sangat yakin Bapak mampu melakukannya. Apalagi posisi militer sekarang sudah tak lagi seperti dulu yang dalam setiap aksi demonstrasi langsung berhadapan dengan massa.

Kepada Bapak Kapolri

Bapak Kapolri, dalam pernyataannya Kapolda Metro Jaya menyatakan akan menembak di tempat siapa pun yang akan membikin rusuh Pilkada. Memang pernyataan tersebut tidak eksplisit menyebut rencana Aksi Umat tanggal 4 November. Tapi pernyataan tersebut disampaikan ketika umat Islam dalam posisi tersinggung dan marah atas penistaan al-Qur'an yang dilakukan Ahok, sehingga wajar bila ada yang mengaitkannya dengan Aksi Umat tanggal 4 November.

Bapak Kapolri, pernyataan Kapolda tersebut tak seharusnya dinyatakan, karena hanya semakin menambah kegaduhan. Saya sendiri tidak tahu apa motif Kapolda membuat pernyataan seperti itu. Semoga tidak bermaksud untuk menakut-nakuti umat Islam yang hendak turun dalam Aksi Umat. Tapi kalau misalnya pernyataan Kapolda Metro Jaya dengan maksud untuk menakut-nakuti umat Islam, saya kira salah besar. Harus dipahami, sekalipun seorang pemabok, tapi ketika agama dan Kitab Sucinya dinista mereka akan rela membela agamanya, meski nyawa taruhannya. Belanda saja bisa terusir dari bumi Nusantara karena dinilai menista Islam. Dan Belanda terusir dari Indonesia karena jasa terbesar umat Islam.

Bapak Kapolri, Aksi Umat besok hanya bermaksud untuk menuntut hak hukum warga negara terhadap pemimpinnya bahwa setiap warga negara yang diduga bersalah menista agama diproses secara hukum. Tidak lebih. Karenanya jangan sampai muncul tindak kekerasan yang dilakukan aparat (Brimob). Jangan sampai terjadi kembali Peristiwa Tanjunggpriok, yang menelan korban ratusan bahkan ada yang menyebut ribuan umat Islam meninggal dunia. Cukuplah Peristiwa Tanjungpriok menjadi catatan kelam umat Islam yang dibantai aparat negara secara keji dan biadab.

Bapak Kapolri, mohon tak usah juga memberikan lebel yang seram-seram terhadap mereka yang turun dalam aksi umat 4 November 2016, misalnya dengan menyebut sebagai radikalis, teroris, fundamentalis, sebagaimana kerap menjadi kebiasaan dari institusi yang Bapak pimpin (khususnya Densus 88) maupun BNPT.

Demikian, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan. Akhirnya, semoga kesuksesan selalu menyertai Bapak Presiden, Panglima TNI, dan Bapak Kapolri. Semoga Bapak semuanya juga selalu mendapat hidayah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dan paling penting dari semuanya, semoga Bapak semua menyadari posisinya sebagai seorang Muslim yang saat ini tengah mendapat amanat memimpin negeri ini. Aamiin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Ma'mun Murod Al-Barbasy
Warga negara biasa yang tersinggung kitab sucinya dinistakan oleh Ahok.

___
Sumber: FB




Subscribe to receive free email updates: