Penilaian Basuki Tjahaja Purnama soal solusi melegalkan pabrik miras atas fenomena miras oplosan merupakan kesalahan berpikir yang sangat fatal. Hal itu juga menunjukkan Gubernur DKI Jakarta itu tidak peka terhadap masalah yang ditimbulkan akibat miras.
"Ini merupakan sikap yang tuna sensitif," tegas anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati dalam siaran persnya 13 Desember 2014.
Menurut anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta II ini, jika ingin menekan miras oplosan, kuncinya adalah penegakan hukum oleh aparat. "Langkah preventif semestinya lebih dikedepankan oleh aparat penegak hukum. Bukan seperti yang saat ini kerap muncul, bergerak bila ada kejadian," jelas politikus PPP ini.
Negara sebenarnya telah mengatur ihwal peredaran Miras sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Namun, terhadap Perpres tersebut, Fraksi PPP sejak awal mengkritik karena sama saja regulasi tersebut memberi celah peredaran miras di Indonesia. Apalagi, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Kepres No 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol karena bertentangan dengan berbagai regulasi di atasnya.
"Politik hukum PPP sejak awal tegas terhadap minuman beralkohol dengan mendorong terciptanya zona anti miras di Indonesia," ungkapnya.
Hal ini ditunjukkan dengan posisi PPP sebagai inisiator pembentukan RUU Anti Minuman Keras dan telah disetujui dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. "Kami berharap, RUU ini dapat masuk kembali dalam daftar Prolegnas 2015-2019," tekannya.
Karena dampak negatif dari peredaran miras ini jelas akan mengancam bonus demografi yang akan diraih RI pada 2025. Karena kadar merusak miras ini sederajat dengan narkoba, yang telah menggerogoti generasi muda kita. Ini sama saja ancaman bagi keberlangsung peradaban RI.
"Faktanya, minuman beralkohol dapat mudah dijumpai di toko ritel di sekitar lingkungan kita secara bebas. Ini menjadi pemicu miras oplosan yang terbukti mengancam jiwa. Ini akibat kontrol pembelian miras sulit dijalankan. Sama halnya seperti saat ini, tidak sedikit anak-anak di bawah umur 18 tahun yang bisa membeli rokok," tandasnya. [RMOL]