Pengamat Pasar Uang, Farial Anwar, mengatakan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar disebabkan faktor gabungan. Salah satunya, kekecewaan pasar terhadap kabinet pemerintah Jokowi-JK yang belum terlihat merealisasikan janji-janjinya.
"Pasar kecewa dengan kabinet, menurut saya gabungan," ujarnya kepada Republika usai dihubungi via sambungan telepon, Kamis (4/12).
Menurut dia, pasar menaruh harapan positif terhadap kabinet baru Jokowi-JK. Namun, harapan tersebut pada akhirnya berbeda dengan kenyataan. Pasalnya, pemerintah membuat masalah dengan membuat kebijakan menaikkan harga BBM. "Kelompok pemerintah mengatakan kenaikan BBM akan memperkuat rupiah, itu tidak benar," katanya.
Menurutnya, setiap kenaikan harga BBM maka akan diikuti dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi lemah. Selain itu, pelemahan rupiah yang terjadi sejak tahun 2013 hingga 2014 dan trend tersebut akan berlanjut di tahun 2015.
Selain itu, ia menuturkan kebijakan Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) pun tidak berdampak apa-apa terhadap nilai tukar rupiah. Farial pun menilai tidak melihat ada upaya dari pemerintah untuk mengendalikan nilai tukar rupiah. Termasuk, lalu lintas devisa yang bebas dan sebenarnya menggangu dibiarkan. "Saya tidak melihat dari pemerintah upaya mengendalikan nilai tukar kita," katanya.
Ia pun menambahkan, salah satu nilai tukar rupiah melemah disebabkan rencana The Fed menaikkan suku bunga dan ekonomi Amerika yang sudah mulai membaik. (ROL)