Foto: Ilustrasi |
"Tangkap tangan oleh KPK itu, dilihat ada bank note SGD10.000. Mungkin pemerintah Singapura malu, sehingga Juli kemarin dihentikan produksinya," tutur VP Electronic Banking PT Bank Mandiri Tbk, Budi Hartono, di Bukit Tinggi, Padang, Jumat 12 Desember 2014.
Budi mengatakan, pecahan USD10 ribu merupakan uang bernilai tinggi (bank note paper) yang paling digemari orang Indonesia. "Itu nilainya hampir Rp100 juta. Ini nggak diterbitkan lagi, kecuali yang masih beredar tetap berlaku karena banyak orang Indonesia yang koleksi bank note SGD10.000," ujarnya.
Dia mengatakan, hal tersebut memicu transaksi ilegal yang banyak bertumpu pada uang fisik. Tersangka korupsi yang terlibat kasus tangkap tangan di Indonesia, kata Budi, diindikasi kebanyakan membawa uang pecahan SGD10.000.
"Artinya, transaksi tunai lebih aman daripada non tunai untuk aktivitas ilegal, karena tidak tercatat di perbankan," ujarnya.
Negara-negara yang memakai transaksi tunai, kata Budi, dinilai lebih dominan melakukan aktivitas ilegal, seperti suap hingga pasar gelap atau black market. "Study bilang, negara yang pakai cash tinggi, berkorelasi tinggi ke black market dan economic shadow," tuturnya
Menurutnya, solusi untuk mengerem perputaran transaksi ilegal, yakni melalui pembayaran atau transaksi e-money atau cashless. "Sepuluh persen pembayaran via elektronik bisa kurangi lima persen black market," ujarnya.
"Money laundry gimana? Susah (dilakukan), karena (transaksi e-money) dibatasi limit-nya Rp1 juta. Nggak bisa lebih dari Rp1 juta. Jadi nggak praktis kalau mau suap," tuturnya. [viva.co.id]