Saksi Ahli (Mantan Hakim MK) Nilai Pemecatan Fahri Hamzah Mengerdilkan PKS

(Prof. Laica Marzuki tampak bersama Fahri Hamzah dalam sidang di PN Jaksel, 26-9-2016)

[portalpiyungan.com] JAKARTA - Kelanjutan sidang gugatan atas pemecatan Fahri Hamzah kembali digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/9/2016), dengan menghadirkan saksi ahli Prof. Laica Marzuki mantan hakim MK.

Dalam kesaksiannya, Guru besar Universitas Hasanuddin Makassar ini mengatakan, majelis partai tak berwenang mengusulkan pemberhentian seorang kader pada instansi di luar partai politik.

Hal ini merujuk pada usulan Majelis Tahkim PKS yang merekomendasikan pencopotan Fahri Hamzah dari posisi Wakil Ketua DPR RI.

Pemberhentian seseorang dari jabatannya sebagai pimpinan lembaga bukan merupakan keputusan partai politik. Dalam hal ini, yang berwenang adalah pimpinan lembaga itu sendiri, yakni DPR RI.

Kewenangan Majelis Tahkim, kata Laica, hanya sebatas mencopot Fahri dari keanggotaan partai.

Dan jika pihak yang dipecat, yakni Fahri merasa putusan majelis partai melanggar hukum, maka upaya hukum di pengadilan bisa ditempuh.

"Karena ada hak membela diri di AD/ART partai. Apabila anggota merasa ini tidak benar, merasa teraniaya, maka bisa ajukan di pengadilan untuk perbuatan melanggar hukum (PMH)," kata Laica.

Lebih lanjut Prof. Laica Marzuki menyampaikan:


"Majelis Tahkim memecat sebelum ada pengesahan kemenkumham RI, hal itu mengerdilkan PKS..."

"Tindakan rangkap yang dilakukan oleh anggota Majelis Tahkim (rangkap dengan jabatan struktur partai) adalah bukti terjadinya peradilan sesat..."

"Percakapan pribadi tidak bisa secara otomatis dieksekusi di wilayah hukum publik.."

"Jangankan dalam hukum publik, dalam keperdataan pun keputusan itu harus tertulis..."

"Ketika loyalitas kepada bangsa dan negara dimulai maka loyalitas kepada partai berakhir..."

"Dalam norma itulah seharusnya semua partai membatasi diri mlihat pejabat publik.."

"Anggota DPR mendapat mandat dari rakyat... partai hanya mengusulkan dan belum tentu terpilih.."

"...Karena itulah, dalam pergantian maka parpol hanya punya hak mengusulkan dan tidak otomatis terjadi pergantian.."

"..di atas semua itu, semua aturan tetap harus berdasar hukum yang berlaku dan konstitusi yang menjadi dasar..."

"Tidaklah benar ketika aturan internal dianggap memberikan otoritas... lalu pimpinan bertindak melawan hukum..."




Subscribe to receive free email updates: