Kilang Minyak Pertamina - Foto : Kemendagri |
Tiga perusahaan yang dipercaya mengerjakan rekayasa pengembangan kapasitas produksi kilang tersebut adalah Saudi Aramco untuk kilang Dumai, Cilacap, dan Balongan. China Petroleum & Chemical Corporation (China Sinopec) untuk kilang Plaju, serta JX Nippon Oil & Energy Corporation untuk mengembangkan kilang Balikpapan.
"Tujuannya untuk merealisasikan visi kemandirian energi nasional sesuai dengan arahan Pemerintah," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto saat penandatangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2014.
Dwi mengatakan, langkah ini sebagai upaya menambah kapasitas produksi kilang perseroan dimaksudkan untuk mengurangi selisih yang semakin besar antara produksi dan konsumsi minyak nasional.
Namun Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, detil kerjasama antar pihak dengan Pertamina masih belum final. Pertamina dan masing-masing mitranya masih akan membicarakan skema kerjasama pengembangan kapasitas produksi kilang tersebut karena tidak mungkin seluruh biaya investasi ditanggung sendiri. Dia menjelaskan setidaknya ada empat tahap yang harus dijalankan sebelum pekerjaan mulai dilakukan.
"Dalam MoU tersebut kami harus sudah bisa melakukan review terhadap feasibility studies serta merumuskan financing dan business structure dalam 6 bulan. Setelah itu perlu dibuat head of agreement dan front end engineering design, setelahnya baru engineering, procurement and construction," kata mantan Direktur Utama PT Badak NGL tersebut.
Pertamina saat ini mengoperasikan sebanyak enam kilang yaitu kilang Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Kasim sesungguhnya memiliki kapasitas mengolah minyak mentah sampai 1,05 juta barel. Namun karena karena teknologi produksi yang dimiliki kilang-kilang tersebut sudah tua, Pertamina hanya mampu mengolah 800 ribu barel saja.
“Melalui MoU ini, Pertamina ingin meningkatkan kapasitas kilang dari yang saat ini hanya mampu memproduksi 820 ribu barel per hari (BPH). Sehingga bisa mengimbangi kebutuhan konsumsi bahan bakar nasional yang mencapai 1,6 juta BPH. Kami targetkan upgrading bisa selesai dalam empat tahun ke depan atau 2020,” pungkas Rachmad. [*]