“Rupiah berpeluang kembali tertekan hari ini dengan dollar yang menguat,” kata Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta, Jumat, 12 Desember 2014.
Rangga mengatakan, data AS semakin membaik, sehingga mendorong penguatan indeks dolar yang sempat tertekan di dua hari terakhir. Pasar global juga khawatir dengan tren penguatan dolar ini, padahal suku bunga The Fed baru naik tahun depan. Karena itu, Bank Indonesia masih mempertahankan BI Rate di 7,75%.
Sementara itu, Ekonom Aviliani memperkirakan, muluknya target Jokowi dengan target pertumbuhan 7% memacu dolar makin melambung, hingga diperkirakan tembus Rp 14.000 per dolar AS. Faktor global yang mendorong rupiah terus melemah hingga bisa menyentuh Rp 14.000 per dolar AS, adalah utamanya ekonomi Amerika.
"Karena kan kita biasa megang dollar, jadi terkait dengan Amerika. Kenapa dunia ekonominya bergejolak, rupiah kita bergejolak, karena kondisi di Amerika. Jadi kapan situasi kita seperti ini ya tergantung kondisi di Amerika," kata dia.
Menurut Avi, Jokowi yang memaksakan pertumbuhan ekonomi ke angka 7%, akan memacu membengkaknya impor yang semua transaksinya dalam nominasi dolar AS. Tujuh persen pertumbuhan dicapai dengan konsumsi dan investasi yang keduanya adalah produk importasi. Karena faktor utama pertumbuhan ekonomi ada dua yaitu tingkat konsumsi masyarakat dan investasi. Di investasi saja, potensi impor Indonesia bisa terus membengkak karena sebagian besar investasi komponen produksinya adalah hasil impor. Dengan semakin besarnya impor, mau tidak mau rupiah akan semakin tertekan oleh dollar AS.
"Pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tahun ini sudah bagus. Tahun depan, 5,5 persen sudah bagus. Kalau Pak Jokowi bilang mau 7 persen, bisa. ...tapi rupiah kita bisa diatas Rp 14.000 per dollar AS. Pertumbuhan tinggi, setelah itu krisis menjadi sangat tidak berarti. Jadi pertumbuhan 5,5 sampai 5,8 sudah bagus asalkan berkelanjutan," tutup Avi. [*]